|
Nabi Musa A.S. adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani Isra’il yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Fir’aun yang bersikap kejam dan zalim. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub adalah beribukan Yukabad.Setelah meningkat dewasa Nabi Musa telah beristerikan dengan puteri Nabi Syu’aib yaitu Shafura.Dalam perjalanan hidup Nabi Musa untuk menegakkan Islam dalam penyebaran risalah yang telah diutuskan oleh Allah kepadanya
ia telah diketemukan beberapa orang nabi diantaranya ialah bapa
mertuanya Nabi Syu’aib, Nabi Harun dan Nabi Khidhir.
Di sini juga diceritakan tentang perlibatan beberapa orang nabi yang lain di antaranya Nabi Somu’il serta Nabi Daud
Para ahli tafsir berselisih pendapat tentang Syu’aib, mentua Nabi Musa.
Sebahagia besar berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syu’aib A.S. yang
diutuskan sebagai rasul kepada kaum Madyan, sedang yang lain
berpendapat bahwa ia adalah orang lain yaitu yang dianggap adalah
satu kebetulan namanya Syu’aib juga. Wallahu A’lam bisshawab
Kelahiran Musa Dan Pengasuhnya
Raja
Fir’aun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya Nabi Musa,
adalah seorang raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Ia memerintah negaranya dengan kekerasan, penindasan dan melakukan
sesuatu dengan sewenang-wenangnya. Rakyatnya hidup dalam ketakutan
dan rasa tidak aman tentang jiwa dan harta benda mereka, terutama
Bani Isra’il yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman dan bertindak
sewenang-wenangnya dari raja dan orang-orangnya. Mereka merasa tidak
tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah, walau pun berada dalam rumah
mereka sendiri. Mereka tidak berani mengangkat kepala bila
berhadapan dengan seorang hamba raja dan berdebar hati mereka karena
ketakutan bila kedengaran suara pegawai-pegawai kerajaan lalu di
sekitar rumah mrk, apalagi bunyi kasut mrk sudah terdengar di depan
pintu.
Raja Fir’aun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu,
bergelimpangan dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada
taranya, bahkan mengumumkan dirinya sebagai tuhan yang harus
disembah oleh rakyatnya. Pd suatu hari beliau telah terkejut oleh
ramalan oleh seorang ahli nujum kerajaan yang dengan tiba-tiba dtg
menghadap raja dan memberitahu bahwa menurut firasatnya falaknya,
seorang bayi lelaki akan dilahirkan dari kalangan Bani Isra’il yang
kelak akan menjadi musuh kerajaan dan bahkan akan membinasakannya.
Raja Fir’aun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang
dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar
diadakan pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi
lelaki, tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu. Maka
dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya.
Setiap rumah dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil
menjadi perhatian mereka pada saat melahirkan bayinya.
Raja Fir’aun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan
kerajaannya setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah
kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi
laki-laki yang masih hidup. Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah
tidak dpt dibendung dan bahwa takdirnya bila sudah difirman “Kun”
pasti akan wujud dan menjadi kenyataan “Fayakun”. Tidak sesuatu
kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya dapat
menghalangi atau mengagalkannya.
Raja Fir’aun sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam dan
zalim itu bahwa kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah
tersirat dalam Lauhul Mahfudz, akan ditumbangkan oleh seorang bayi
yang justeru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri akan
diwarisi kelak oleh umat Bani Isra’il yang dimusuhi, dihina,
ditindas dan disekat kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana
bunga mawar yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana
fajar yang timbul menyingsing dari tengah kegelapan yang mencekam.
Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub sedang duduk
seorang diri di salah satu sudut rumahnya menanti dtgnya seorang
bidan yang akan memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari
dalam kandungannya itu.
Bidan dtg dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan
bulan dalam keadaan selamat, segar dan sihat afiat. Dengan lahirnya
bayi itu, maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasai oleh
setiap perempuan yang melahirkan namun setelah diketahui oleh
Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia
merasa sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sgt disayangi itu akan
dibunuh oleh orang-orang Fir’aun. Ia mengharapkan agar bidan itu
merahsiakan kelahiran bayi itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa
simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa
sedih hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan
memberi kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan kelahiran bayi itu.
Setelah bayi mencapai tiga bulan, Yukabad tidak merasa tenang dan
selalu berada dalam keadaan cemas dan khuatir terhadap keselamatan
bayinya. Allah memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya
di dalam sebuah peti yang tertutup rapat, kemudian membiarkan peti
yang berisi bayinya itu terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak
boleh bersedih dan cemas ke atas keselamatan bayinya karena Allah
menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan
mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.
Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap
jaminan Illahi, mak dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad, setelah
ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam, terapung dipermukaan air
sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi
dan mengikuti peti rahsia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan
ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi erti yang sgt besar
bagi perjalanan sejarah umat manusia.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti
yang diawasi itu, dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di
tepi sungai Nil bersantai bersama beberapa dayangnya dan dibawanya
masuk ke dalam istana dan diserahkan kepada ibunya, isteri Fir’aun.
Yukabad yang segera diberitahu oleh anak perempuannya tentang nasib
peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena sedih dan cepat serta
hampir saja membuka rahsia peti itu, andai kata Allah tidak
meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah yang
telah dinerikan kepadanya.
Raja Fir’aun ketika diberitahu oleh Asiah, isterinya, tentang bayi
laki-laki yang ditemui di dalam peti yang terapung di atas permukaan
sungai Nil, segera memerintahkan membunuh bayi itu seraya berkata
kepada isterinya: “Aku khuatir bahwa inilah bayi yang diramalkan,
yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan
membinasakan kerajaan kami y besar ini.” Akan tetapi isteri Fir’aun
yang sudah terlanjur menaruh simpati dan sayang terhadap bayi yang
lucu dan manis itu, berkata kepada suaminya: “Janganlah bayi yang
tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami
ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan berguna dan
bermanfaat bagi kami. Hatiku sgt tertarik kepadanya dan ia akan
menjadi kesayanganku dan kesayangmu”. Demikianlah jika Allah Yang
Maha Kuasa menghendaki sesuatu maka dilincinkanlah jalan bagi
terlaksananya takdir itu. Dan selamatlah nyawa putera Yukabad yang
telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi rasul-Nya, menyampaikan
amanat wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah sesat.
Nama Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Fir’aun,
bererti air dan pohon {Mu=air , Sa=pohon} sesuai dengan tempat
ditemukannya peti bayi itu. Didatangkanlah kemudian ke istana
beberapa inang untuk menjadi ibu susuan Musa. Akan tetapi setiap
inang yang mencuba dan memberi air susunya ditolak oleh bayi yang
enggan menyedut dari setiap tetk yang diletakkan ke bibirnya. Dalam
keadaan isteri Fir’aun lagi bingung memikirkan bayi pungutnya yang
enggan menetek dari sekian banyak inang yang didatangkan ke istana,
datanglah kakak Musa menawarkan seorang inang lain yang mungkin
diterima oleh bayi itu.
Atas pertanyaan keluarga Fir’aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga
bayi itu, berkatalah kakak Musa: “Aku tidak mengenal siapakah
keluarga dan ibu bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga
yang baik dan selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dpt
menerima air susu ibu keluarga itu”.
Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Fir’aun dan seketika itu jugalah
dijemput ibu kandung Musa sebagai inang bayaran. Maka begitu bibir
sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedutlah air susu ibu kandungnya
itu dengan sgt lahapnya. Kemudian diserahkan Musa kepada Yukabad
ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan imbalan upah yang
besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah kepada Yukabad
bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.
Setelah selesai masa meneteknya, dikembalikan Musa oleh ibunya ke
istana, di mana ia di asuh, dibesar dan dididik sebagaimana
anak-anak raja yang lain. Ia mengenderai kenderaan Fir’aun dan
berpakaian sesuai dengan cara-cara Fir’aun berpakaian sehingga ia
dikenal orang sebagai Musa bin Fir’aun.
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam Al-Quran dari ayat 4 hingga ayat 13 dalam surah “Al-Qashash” sebagai berikut :~
“4.~ Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi
dan menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindas segolongan
dari mrk, menyembelih anak lelaki mrk dan membiarkan hidup
anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan.
5.~ Dan Kami hendak memberi
kurnia kepada orang-orang yang tertindas di bumi {Mesir} itu dan
hendak menjadi mrk pemimpin dan menjadikan mrk orang-orang yang
mewarisi {bumi}.
6.~ Dan Kami akan teguhkan kedudukan mrk di muka
bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman berserta
tenteranya apa yang selalu mereka khuatirkan dari mereka itu.
7.~ Dan
Kami ilhamkan kepada ibu Musa,”susukanlah dia, dan apabila kamu
khuatir terhadapnya, maka jatuhkan dia ke dalam sungai {Nil}. Dan
janganlah kamu khuatir dan janganlah pula bersedih hati, karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya
{salah seorang} dari para rasul.
8.~ Maka pungutlah ia oleh keluarga
Fir’aun yang akibatnya ia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka.
Sesungguhnya Fir’aun dan Haman berserta tenteranya adalah
orang-orang yang bersalah.
9.~ Dan berkatalah isteri Fir’aun: “Ia
{Musa} biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya,
mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi
anak,” sedang mereka tiada menyedari.
10.~ Dan menjadi kekosongan hait
ibu Musa, seandainya Kami tidak teguhkan hatinya, spy ia termasuk
orang-orang yang percaya {kepada janji Allah}.
11.~ Dan berkatalah
ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: “Ikutilah dia”. Maka
kelihatan olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya.
12.~
Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang
nahu menyusukannya sebelum itu, maka berkatalah saudara Musa:
“Mahukah kamu aku tunjukkan kepada kamu ahlul-bait yang akan
memeliharakannya utkmu dan mrk dpt berlaku baik kepadanya?”
13.~ Maka
Kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak
berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah
benar, tetapi manusia kebanyakan tidak mengetahuinya.”
{ Al-Qashash :
4 ~ 13 }
Musa keluar dari Mesir
Sejak
ia dikembali ke istana oleh ibunya setelah disusui, Musa hidup
sebagai slah seorang drp keluarga kerajaan hingga mencapai usia
dewasanya, dimana ia memperolehi asuhan dan pendidikan sesuai dengan
tradisi istana. Allah mengurniakannya hikmah dan pengetahuan
sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan
kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikurniai
oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa mengetahui dan sedar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana
dan tidak setitik darah Fir’aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan
bahwa ia adalah keturunan Bani Isra’il tg ditindas dan diperlakukan
sewenang-wenangnya oleh kaum Fir’aun. Karenanya ia berjanji kepada
dirinya akan menjadi pembela kepada kamunya yang tertindas dan
menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran
kezaliman dan keganasan para penguasa. Demikianlah maka terdorong
oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang madhlum dan
teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa
meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa itu terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah
lorong di waktu tengahari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika
penduduknya sedang tidur siang, Ia melihat kedua berkelahi seorang
dari golongan Bani Isra’il bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum
Fir’aun bernama Fa’tun. Musa yang mendengar teriakan Samiri
mengharapkan akan pertolongannya terhadap musuhnya yang lebih kuat
dan lenih besar itu, segera melontarkan pukulan dan tumbukannya
kepada Fatun yang seketika itu jatuh rebah an menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
Musa terkejut melihat Fatun, orang Fir’aun itu mati karena
tumbukannya yang tidak disengajakan dn tidak akan mengharapkan
membunuhnya. Ia merasa berdoa dan beristighfar kepada Allah memohon
ampun diatas perbuatannya yang tidak sengaja, telah melayang nyawa
salah seorang drp hamba-hamba-Nya.
Peristiwa matinya Fatun menjadi perbualan ramai dan menarik para
penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang Isra’illah
yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi
hukuman yang berat , bila ia tertangkap.
Anggota dan pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelusuk
kota mencari jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya
hanya diketahui oleh Samiri dan Musa shj. akan tetapi, walaupun
tidak orang ketiga yang menyaksikan peristiwa itu, Musa merasa cemas
dan takut dan berada dalam keadaan bersedia menghadapi akibat
perbuatannya itu bila sampai tercium oleh pihak penguasa.
Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati menghindari
kemungkinan terbongkarnya rahsia pembunuhan yang ia lakukan tatkala
ia terjebat lagi tanpa disengajakan dalam suatu perbuatan yang
menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari. Musa
bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun,
juga dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya dengan salah
seorang dari kaum Fir’aun. Melihat Musa berteriaklah Samiri meminta
pertolongannya. Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya
berkata menegur Samiri: ” Sesungguhnya engkau adalah seorang yang
telah sesat.”
Samiri menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya,
lalu berteriaklah Samiri berkata: “Apakah engkau hendak membunuhku
sebagaimana engkau telah membunuh seorang kelmarin? Rupanya engkau
hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan bukan
orang yang mengadilkan kedamaian”.
Kata-kata Samiri itu segera tertangkap orang-orang Fir’aun, yang
dengan cepat memberitahukannya kepada para penguasa yang memang
sedang mencari jejaknya. Maka berundinglah para pembesar dan
penguasa Mesir, yang akhirnya memutuskan untuk menangkap Musa dan
membunuhnya sebagai balasan terhadap matinya seorang dari kalangan
kaum Fir’aun.
Selagi orang-orang Fir’aun mengatur rancangan penangkapan Musa, seorang
lelaki slah satu daripada sahabatnya datang dari hujung kota
memberitahukan kepadanya dan menasihatkan agar segera meninggalkan
Mesir, karena para penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya
apabila ia ditangkap. lalu keluarlah Musa terburu-buru meninggalkan
Mesir, ssebelum anggota polis sempat menutup serta menyekat
pintu-pintu gerbangnya.
Tentang isi cerita ini, ada terdapat dalam al-Quran yang
boleh di baca di dalam surah “Al-Qashshas” ayat 14 sehingga ayat 21
sebagaimana berikut :~
“14.~ Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikannya
hikmah dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik.
15.~ Dan Musa masuk ke kota {Memphis}
ketika penduduknya sedang tidur, maka didapatinya di dalam kota itu
dua orang lelaki sedang bergaduh, yang seorangnya dari golongannya
{Bani Isra’il} dan seorang lagi dari musuhnya {Kaum Fir’aun}. Maka
orang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya untuk
mengalahkan orang dari musuhnya, lalu Musa menumbuknya dan matilah
musuhnya itu. Musa berkta; “Ini adalah perbuatan syaitan,
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata
{permusuhannya}.
16.~ Musa berdoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku”. Maka
Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun dan
Maha Penyayang.
17.~ Musa berkata : “Ya Tuhanku demi nikmat Engkau
anugerahkan kepadaku, aku sesekali tiada akan menjadi penolong bagi
orang-orang yang berdosa”.
18.~ Karena itu jadilah Musa di kota itu
merasa takut menunggu dengan khuatir {akibat perbuatannya} maka
tiba-tiba orang yang meminta pertolongannya kelmarin berteriak
meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya: “Sesungguhnya
kamu benar-benar orang yang sesat, yang nyata {kesesatannya}.
19.~
Maka tatkala Musa hendak memegang dengan kuat orang yang menjadi
musuh keduanya, berkata {seorang drp mereka}: “Hai Musa apakah
engkau bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah
membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak
menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri {ini}, dan
tiadalah kamu bermaksud menjadi salah seorang dari orang yang
mengadakan perdamaian”.
20.~ Dan datanglah seorang laki-laki dari
hujung kota bergegas-gegas, seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya
pembesar negeri sedang berunding tentangmu, untuk membunuhmu oleh itu
keluarlah {dari kota ini}. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
memberi nasihat kepadamu.
21.~ Mak keluarlah Musa dari kota ini
dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khuatir. Dia berdoa: “Ya
Tuhanku selamatkanlah dari orang-orang yang zalim itu.”
{ Al-Qashash
: 14 ~ 21 }
Musa bertemu Jodoh di kota Madyan
Dengan
berdoa kepada Allah: “Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari segala tipu
daya orang-orang yang zalim” keluarlah Nabi Musa dari kota Mesir
seorang diri, tiada pembantu selain inayahnya Allah tiada kawan
selain cahaya Allah dan tiada bekal kecuali bekal iman dan takwa
kepada Allah. Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih karena
meninggalkan tanahi airnya ialah bahwa ia telah diselamatkan oleh
Allah dari buruan kaum fir’aun yang ganas dan kejam itu.
Setelah menjalani perjalanan selama lapan hari lapan malam dengan
berkaki ayam {tidak berkasut} sampai terkupas kedua kulit tapak
kakinya, tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syu’aib yang
terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan
Palestin.
Nabi Musa beristirehat di bawah sebuah pokok yang rendang bagi
menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang
diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana
kerajaan yang menjadi seorang pelarian dan buruan. Ia tidak tahu ke
mana ia harus pergi dan kepada siapa ia harus bertamu, di tempat di
mana ia tidak mengenal dan dikenal orang, tiada sahabat dan saudara.
Dalam keadaan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala
berdesak-desak mengelilingi sebuah sumber air bagi memberi minum
ternakannya masing-masing, sedang tidak jauh dari tempat sumber air
itu berdiri dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi
minuman kepada ternakannya, jika para penggembala lelaki itu sudah
selesai dengan tugasnya.
Musa merasa kasihan melihat kepada dua orang gadis itu yang sedang
menanti lalu dihampirinya dan ditanya : “Gerangan apakah yang kamu
tunggu di sini?” Kedua gadis itu menjawab: “Kami hendak mengambil
air dan memberi minum ternakan kami namun kami tidak dapat berdesak
dengan lelaki yang masih berada di situ. Kami menunggu sehingga
mereka selesai memberi minum ternakan mereka. Kami harus lakukan
sendiri pekerjaan ini karena ayah kami sudah lanjut usianya dan
tidak dapat berdiri, jangan lagi datang ke mari”. Lalu tanpa
mengucapkan sepatah kata dua pun diambilkannyalah timba kedua gadis
itu oleh Musa dan sejurus kemudian dikembalikannya kepada mrk
setelah terisi air penuh sedang sekeliling sumber air itu masih padat
di keliling para pengembala.
Setibanya kedua gadis itu di rumah berceritalah keduanya kepada ayah
mrk tentang pengalamannya dengan Nabi Musa yang karena
pertolongannya yangbtidak diminta itu mrk dapat lebih cepat kembali
ke rumah drp biasa. Ayah kedua gadis yang bernama Syu’aib itu
tertarik dengan cerita kedua puterinya. Ia ingin berkenalan dengan
orang yang baik hati itu yang telah memberi pertolongan tanpa
diminta kepada kedua puterinya dan sekaligus menytakan terimakasih
kepadanya. Ia menyuruh salah seorang dari puterinya itu pergi
memanggilkan Musa dan mengundangnya datang ke rumah.
Dengan malu-malu pergilah puteri Syu’aib menemui Musa yang masih
berada di bawah pohon yang masih melamun. Dalam keadaan letih dan
lapar Musa berdoa: “Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu
dan memerlukan kebaikan sedikit brg makanan yang Engkau turunkan
kepadaku.”
Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya: “Ayahku
mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta
memberi engkau sekadar upah atas jasamu menolong kami mendapatkan
air bagi kami dan ternakan kami.”
Musa sebagai perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal
dan dikenali orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis
itu dengan senang hati. Ia lalu mengikuti gadis itu dari belakang
menuju ke rumah ayahnya yang bersedia menerimanya dengan penuh
ramah-tamah, hormat dan mengucapkan terimakasihnya.
Dalam berbincang-bincang dab bercakap-cakap dengan Syu’aib ayah kedua
gadis yang sudah lanjut usianya itu Musa mengisahkan kepadanya
peristiwa yang terjadi pd dirinya di Mesri sehingga terpaksa ia
melarikan diri dan keluar meninggalkan tanah airnya bagi mengelakkan
hukuman penyembelihan yang telah direncanakan oleh kaum Fir’aun
terhadap dirinya.
Berkata Syu’aib setelah mendengar kisah tamunya: “Engkau telah lepas
dari pengejaran dari orang-orang yang zalim dan ganas itu adalah
berkat rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau sudah berada di
sebuah tempat yang aman di rumah kami ini, di man engkau akan
tinggallah dengan tenang dan tenteram selama engkau suka.”
Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu’aib sebagai
tamu yang dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati
keluarga tuan rumah yang merasa kagum akan keberaniannya,
kecerdasannya, kekuatan jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut,
budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur. Hal mana
telah menimbulkan idea di dalam hati salah seorang dari kedua puteri
Syu’aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka.
Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: “wahai ayah! Ajaklah Musa
sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan penternakan
kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya,
baik hatinya dan boleh dipercayai.”
Saranan gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang
memang sudah menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di
rumah, menunjukkan sikap bergaul yang manis perilaku yang hormat dab
sopan serta tangan yang ringan suka bekerja, suka menolong tanpa
diminta.
Diajaklah Musa berunding oleh Syu’aib dan berkatalah kepadanya: “Wahai
Musa! Tertarik oleh sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang
sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur, selama engkau
berada di rumah ini kami dan mengingat akan usiaku yang makin hari
makin lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantu,
mengahwinkan engkau dengan salah seorang dari kedua gadisku ini.
Jika engkau dengan senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai
maskahwinnya, aku minta engkau bekerja sebagai pembantu kami selama
lapan tahun menguruskan penternakan kami dan soal-soal rumahtangga
yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima kasih kepada mu
bila engkau secara suka rela mahu menambah dua tahun di atas lapan tahun
yang menjadi syarat mutlak itu.”
Nabi Musa sebagai buruan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan
berada di negeri orang sebagai perantau, tada sanak saudara, tiada
sahabat telah menerima tawaran Syu’aib iut sebagai kurniaan dari
Tuhan yang akan mengisi kekosongan hidupnya selaku seorang bujang
yang memerlukan teman hidup untuk menyekutunya menanggung beban
penghidupan dengan segala duka dan dukanya. Ia segera tanpa berfikir
panjang berkata kepada Syu’aib: “Aku merasa sgt bahagia, bahwa
pakcik berkenan menerimaku sebagai menantu, semuga aku tidak
menghampakan harapan pakcik yang telah berjasa kepada diriku sebagai
tamu yang diterima dengan penuh hormat dan ramah tamah, kemudian
dijadikannya sebagai menantu, suami kepada anak puterinya. Syarat kerja
yang pakcik kemukakan sebagai maskahwin, aku setujui dengan penuh
tanggungjawab dab dengan senang hati.”
Setelah masa lapan tahun bekerja sebagai pembantu Syu’aib ditambah
dengan suka rela dilampaui oleh Musa, dikahwinkanlah ia dengan
puterinya yang bernama Shafura. Dan sebagai hadiah perkahwinan
diberinyalah pasangan penganti baru itu oleh Syu’aib beberapa ekor
kambing untuk dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru
sebagai suami-isteri. Pemberian beberpa ekor kambing itu juga
merupakan tanda terimaksih Syu’aib kepada Musa yang selama ini di
bawah pengurusannya, penternakan Syu’aib menjadi berkembang biak
dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang berlipat
ganda.
Bacalah tentang isi cerita yang terurai ini di dalm ayat 22
sehingga ayat 28, surah “Al-Qashash” juz 20 yang berbunyi sebagai
berikut :~
“22.~ Dan tatkala ia menghadap ke negeri Madyan, ia berdoa {lagi}:
“Mudah-mudahan Tuhanku menimpaiku ke jalan yang benar.”
23.~ Dan
tatkala ia sampai di sumber air di negeri Madyan, ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang memberi minum {ternakannya} dan ia
menjumpai di belakang orang ramai itu, dua orang wanita yang sedang
menghambat ternakannya. Musa berkata: “Apakah maksudmu {dengan
berbuat begitu}?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat
meminumkan {ternakan kami} sebelum pengembala-pengembala itu
memulangkan {ternakkannya} sedang bapa kami orang tua yang telah
lanjut umurnya.”
24.~ Maka Musa memberi minum ternakan itu {utk
menolong} keduanya, kemudian kembali ke tempat yang teduh, lalu
berdoa: ” Ya Tuhanku! Sesungguhnya aku memerlukan sesuatu kebaikan
yang Engkau turunkan kepadaku.”
25.~ Kemudian datanglah kepada Musa
salah seorang daripada kedua wanita itu dengan malu-malu ia berkata:
“Sesungguhnya bapaku memanggilmu agar ia memberi pembalasan
{kebaikanmu} memberi minum {ternakan} kami.” Maka tatkala Musa
mendatangi bapanya {Syu’aib} dan menceritakan kepadanya cerita
{mengenai dirinya}. Syu’aib berkata: “Janganlah kamu takut, kamu
telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.”
26.~ Salah seorang
dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapaku, ambil ia sebagai orang
yang bekerja {dengan kita}. karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja {dengan kita} ialah orang yang
kuat lagi dpt dipercayai.”
27.~ Berkatalah dia {Syu’aib}: ”
Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari
kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku lapan
tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun itu adalah dari kemahuanmu,
maka aku tidak mahu memberati kamu. Dan kamu insya-Allah kelak akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”
28.~ Dia berkata:
“Itulah {perjanjian} antara aku dan kamu, mana saja dari kedua waktu
yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku {lagi}. Dan Allah adalah saksi atas apa yang
kita ucapkan.”
{ Al-Qashash : 22 ~ 28 }
Musa A.S. pulang ke Mesir dan menerima Wahyu
Sepuluh
tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia
melarikan diri dari buruan kaum Fir’aun. Suatu waktu yang cukup lama
bagi seseorang dpt bertahan menyimpan rasa rindunya kepada tanah
air, tempat tumpah darahnya , walaupun ia tidak pernah merasakan
kebahagiaan hidup di dalam tanah airnya sendiri. Apa lagi seorang
seperti Musa yang mempunyai kenang-kenangan hidup yang seronok dan
indah selama ia berada di tanah airnya sendiri selaku seorang dari
keluarga kerajaan yang megah dan mewah, maka wajarlah bila ia
merindukan Mesir tanah tumpah darahnya dan ingin pulang kembali
setelah ia beristerikan Shafura, puteri Syu’aib.
Bergegas-gegaslah Musa berserta isterinya mengemaskan barang dan
menyediakan kenderaan lalu meminta diri dari orang tuanya dan
bertolaklah menuju ke selatan menghindari jalan umum supaya tidak
diketahui oleh orang-orang Fir’aun yang masih mencarinya.
Setibanya di “Thur Sina” tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan
bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah
oleh dia sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit. Ia
berhenti lalu lari ke jurusan api itu seraya berkata kepada
isterinya: “Tinggallah kamu disini menantiku. Aku pergi melihat api
yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan
aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau
setidak-tidaknya membawa sesuluh api bagi menghangatkan badanmu yang
sedang menggigil kesejukan.”
Tatkala Musa sampai ke tempat api itu terdengar oleh dia suara seruan
kepadanya datang dari sebatang pohon kayu di pinggir lembah yang
sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi Allah. Suara seruan yang
didengar oleh Musa itu ialah: “Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu,
maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu berada di
lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini
adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah solat untuk mengingat akan Aku.”
Itulah wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa
sebagai tanda kenabiannya, di mana ia telah dinyatakan oleh Allah
sebagai rasul dan nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan
bercakap langsung dengan allah di atas bukit Thur Sina itu telah
diberi bekal oleh Allah yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai
persiapan untuk menghadap kaum Fir’aun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada Musa: “Apakah itu yang engkau pegang dengan
tangan kananmu hai Musa!” Suatu pertanyaan yang mengadungi erti yang
lebih dalam dari apa yang sepintas lalu dapat ditangkap oleh Nabi Musa
dengan jawapannya yang sederhana. “Ini adalah tongkatku, aku
bertelekan pdnya dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku.
Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk
keperluan-keperluan lain yang penting bagiku.”
Maksud dan erti dari pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru
dimegertikan dan diselami oleh Musa setelah Allah memerintahkan
kepadanya agar meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu
menjelmalah menjadi seekor ular besar yang merayap dengan cepat
sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah berseru kepadanya:
“Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya
kepada keadaan asal.”
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh
Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syu’aib,
mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.
Sebagai mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar
mengepitkan tangannya ke ketiaknya yang nyata setelah dilakukannya
perintah itu, tangannya menjadi putih cemerlang tanpa cacat atau
penyakit.
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah “Thaahaa” ayat 9 sehingga 23 juz 16 sebagai berikut :~
“9.~ Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
10.~ Ketika itu melihat
api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: “Tinggallah kamu {di
sini} sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa
sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di
tempat api itu.”
11.~ Mak ketika ia datang ke tempat api itu, ia
dipanggil: “Hai Musa,
12.~ Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, maka
tanggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah
yang suci Thuwa.
13.~ Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah
apa yang akan diwahyukan {kepadamu}.
14.~ Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah solat untuk mengingati Aku.
15.~ Sesungguhnya hari kiamat
itu akan datang. Aku merahsiakan {waktunya} agar supaya tiap-tiap
diri itu dibalas dengan apa yang diusahakannya.
16.~ Maka sesekali
janagnlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman
kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang
menyebabkan kamu menjadi binasa.”
17.~ Apakah itu yang ditangan
kananmu, hai Musa?”
18.~ Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku
bertelekan padanya dan aku memukul {daun} dengannya untuk kambingku
dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.”
19.~ Allah
berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!”
20.~ Lalu dilemparkanlah
tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan
cepat.
21.~ Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut. Kami
akan mengembalikannya kepada keadaan asalnya.”
22.~ Dan kepitkanlah
tanganmu di ketiakmu, nescaya ia keluar menjadi putih cemerlang
tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain {pula}.
23.~ untuk Kami
perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang
sangat besar.”
{Thaahaa : 9 ~ 23 }
Musa diperintahkan berdakwah kepada Fir’aun
Raja
Fir’aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan
pemerintahan yang zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri
dari bangsa Egypt yang merupakan penduduk peribumi dan bangsa
Isra’il yang merupakan golongan pendatang, hidup dalam suasana
penindasan, tidak merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya.
Tindakan sewenang-wenang dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya
ditujukan kepada Bani Isra’il yang tidak diberinya kesempatan hidup
tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan
membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk
bangsa Egypt, bangsa Fir’aun sendiri.
Selain kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan
oleh Fir’aun atas rakyatnya, terutama kaum Bani Isra’il. ia
menyatakan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja. Dan
dengan demikian ia makin jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat
tanpa pendoman tauhid dan iman, sehingga makin dalamlah mereka
terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan moral dan akhlak.
Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu
diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir’aun sebagai
Rasul-Nya, mengajakkan beriman kepada Allah, menyedarkan dirinya
bahwa ia adalah makhluk Allah sebagaimana lain-lain rakyatnya, yang
tidak sepatutnya menuntut orang menyembahnya sebagi tuhan dan bahawa
Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah
Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.
Nabi Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan
Madyan, selalu dibayang oleh ketakutan kalau-kalua peristiwa
pembunuhan yang telah dilakukan sepuluh tahun yang lalu itu, belum
terlupakan dan masih belum hilang dari ingatan para pembesar
kerajaan Fir’aun. Ia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa mrk akan
melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang ia tidak sengaja itu
dengan hukuman pembunuhan atas dirinya bila ia sudah berada di
tengah-tengah mereka. Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat
kepada tanah tumpah darahnya dengan memberanikan diri kembali ke
Mesir tanpa memperdulikan akibat yang mungkin akan dihadapi.
Jika pada waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya ke Thur
Sina. Nabi Musa dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Fir’aun,
Maka dengan perintah Allah yang berfirman maksudnya :~
“Pergilah engkau ke Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas,
segala bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan
melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir’aun apa pun akan terjadi
pada dirinya. Hanya untuk menenterankan hatinya berucaplah Musa
kepada Allah: “Aku telah membunuh seorang drp mereka , maka aku
khuatir mereka akan membalas membunuhku, berikanlah seorang pembantu
dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku Harun untuk menyertaiku
dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan menguatkan tekadku
menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu lebih
petah {lancar} lidahnya dan lebih cekap daripada diriku untuk
berdebat dan bermujadalah.”
Allah berkenan mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati
Harun yang ketika itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa
mendampinginya dan bersama-sama pergilah mereka ke istana Fir’aun
dengan diiringi firman Allah: “Janganlah kamu berdua takut dan
khuatir akan disiksa oleh Fir’aun. Aku menyertai kamu berdua dan Aku
mendengar serta melihat dan mengetaui apa yang akan terjadi antara
kamu dan Fir’aun. Berdakwahlah kamu kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut sedarkanlah ia dengan kesesatannya dan ajaklah ia
beriman dan bertauhid, meninggalkan kezalimannya dan kecongkakannya
kalau-kalau dengan sikap yang lemah lembut daripada kamu berdua ia
akan ingat pada kesesatan dirinya dan takut akan akibat kesombongan
dan kebonmgkakannya.”
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam ayat 33 sehingga
ayat 35 surah “Al-Qashash” dan ayat 42 sehingga ayat 47 surah
“Thaha” sebagai berikut :~
“33.~ Musa berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah membunuh
seseorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan
membunuhku,
34.~ dan saudaraku Harun dia lebih petah lidahnya drpku,
maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantu untuk membenarkan
{perkataan} ku sesungguhnya aku khuatir mereka akan mendustakan
aku.”
35.~ Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu
dan Kami berikan kepadamu kekuasaan yang besar, maka mereka tidak
dapat mencapaimu {berangkat kami berdua} dengan membawa mukjizat
Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan
menang.”
{ Al-Qashash : 33 ~ 35 }
“42.~ Pergilah kamu berserta saudara kamu dengan membawa ayat-ayat-Ku
dan janganlah kamu berdua lalai dalam memngingat-Ku.
43.~ Pergilah
kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melewati batas.
44.~ maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut”
45.~
Berkatalah mereka berdua: “Ya Tuhan kami sesungguhnya kami khuatir
bahwa ia segera menyeksa kami atau akan bertambah melewati batas
46.~ allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khuatir, sesungguhnya
Aku berserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”.
47.~ Maka
datanglah kamu berdua kepadanya {Fir’aun} dan katakanlah:
“Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah
Bani Isra’il bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka.
Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti {atas
kerasulan kami} dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada
orang yang mengikuti petunjuk.”
{ Thaha : 42 ~ 47 }
Mujadalah (dialog) antara Musa dengan Fir’aun
Diperolehi
kesempatan oleh Musa dan Harun, menemui raja Fir’aun yang
menyatakan dirinya sebagai tuhan itu, setelah menempuh beberapa
rintangan yang lazim dilampaui oleh orang yang ingin bertemu dengan
raja pd waktu itu. Pertemuan Musa dan Harun dengan Fir’aun dihadiri
pula oleh beberapa anggota pemerintahan dan para penasihatnya.
Bertanya Fir’aun kepada mereka berdua:: “Siapakah kamu berdua ini?”
Musa menjawab: “Kami, Musa dan Harun adalah pesuruh Allah kepadamu
agar engkau membebaskan Bani Isra’il dari perhambaan dan penindasanmu
dan menyerahkan meeka kepada kami agar menyebah kepada Allah dengan
leluasa dan menghindari seksaanmu.”
Fir’aun yang segera mengenal Musa berkata kepadanya: “Bukankah engkau
adalah Musa yang telah kami mengasuhmu sejak masa bayimu dan
tinggal bersama kami dalam istana sampai mencapai usia remajamu,
mendapat pendidikan dan pengajaran yang menjadikan engkau pandai?
Dan bukankah engkau yang melakukan pembunuhan terhadap diriseorang
drp golongan kami? Sudahkah engkau lupa itu semuanya dan tidak ingat
akan kebaikan dan jasa kami kepada kamu?”
Musa menjawab: “Bahwasanya engkau telah memeliharakan aku sejak masa
bayiku, itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau banggakan. Karena
jatuhnya aku ke dalam tangan mu adalah akibat kekejaman dan kezalimanmu
tatkala engkau memerintah agar orang-orangmu menyembelih setiap
bayi-bayi laki yang lahir, sehingga ibu terpaksa membiarkan aku
terapung di permukaan sungai Nil di dalamsebuah peti yang kemudian
dipungut oleh isterimu dan selamatlah aku dari penyembelihan yang
engkau perintahkan. Sedang mengenai pembunuhan yang telah aku
lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang menyesatkan, namun
peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan barakah yang
terselubung bagiku. Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan
diri dari negerimu, Allah mengurniakan aku dengan hikmah dan ilmu
serta mengutuskan aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka
tugasku sebagai Rasul datanglah aku kepadamu atas perintah Allah
untuk mengajak engkau dan kaummu menyembah Allah dan meninggalkan
kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani Isra’il.”
Fir’aun bertanya: “Siapakah Tuhan yang engkau sebut-sebut itu, hai
Musa? Adakah tuhan di atas bumi ini selain aku yang patut di sembah
dan dipuja?”
Musa menjawab: “Ya, yaitu Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian alam.”
Tanya Fir’aun: “Siapakah Tuhan seru sekali alam itu?”
Musa menjawab: “Ialah Tuhan langit dan bumi dan segala apa yang ada antara langit dan bumi.”
Berkata Fir’aun kepada para penasihatnya dan pembesar-pembesar kerajaan
yang berada disekitarnya. Sesungguhnya Rasul yang diutuskan kepada
kamu ini adalah seorang yang gila kemudia ia balik bertanya kepada
Musa dan Harun: “Siapakah Tuhan kamu berdua?”
Musa menjawab: “Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada
tiap-tiap makhluk sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi
petunjuk kepadanya.”
Fir’aun bertanya: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu
yang tidak mempercayai apa yang engkau ajarkan ini dan malahan menyembah
berhala dan patung-patung?”
Musa menjawab: “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku. Jika Dia
telah menurunkan azab dan seksanya di atas mereka maka itu adalah
karena kecongkakan dan kesombongan serta keengganan mereka kembali
ke jalan yang benar. Jika Dia menunda azab dan seksa mereka hingga
hari kiamat, maka itu adalah kehendak-Nya yang hikmahnya kami belum
mengetahuinya. Allah telah mewahyukan kepada kami bahwa azab dan
seksanya adalah jalan yang benar.”
Fir’aun yang sudah tidak berdaya menolak dalil-dalil Nabi Musa yang
diucapkan secara tegas dan berani merasa tersinggung kehormatannya
sebagai raja yang telah mempertuhankan dirinya lalu menujukan
amarahnya dan berkata kepada Musa secara mengancam: “Hai Musa! jika
engkau mengakui tuhan selain aku, maka pasti engkau akan kumasukkan
ke dalam penjara.”
Musa menjawab: “Apakah engkau akan memenjarakan aku walaupun aku dapat
memberikan kepadamu tanda-tanda yang membuktikan kebenaran dakwahku?”
Fir’aun menentang dengan berkata: “Datanglah tanda-tanda dan
bukti-bukti yang nyata yang dapat membuktikan kebenaran kata-katamu jika
engkau benar-benar tiak berdusta.”
Dialog {mujadalah} antara Musa dan Fir’aun sebagaimana
dihuraikan di atas dpt dibaca dalam surah “Asy-Syu’ara” ayat 18
hingga ayat 31 juz 19 sebagimana berikut :~
“18.~ Fir’aun berkata: “Bukankah kami telah mengasuhmu diantara
{keluarga} kami diwaktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal diantara
{keluarga} kami beberapa tahun dari umurmu.
19.~ dan kamu telah
berbuat sesuatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu
termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas jasa.”
20.~
Berkata Musa: “Aku telah melakukannya sedang aku diwaktu itu
termasuk orang-orang yang khilaf.
21.~ Lalu aku lari meninggalkan
kamu ketika aku takut kepada kamu, kemudian Tuhanku memberikan
kepadaku ilmu serta Dia menjadikan aku salah seorang diantara
rasul-rasul.
22.~ Budi yang kamu limpahkan kepada ku ini adalah
{disebabkan} perhambaan darimu terhadap Bani Isra’il.”
23.~ Fir’aun
bertanya: “Apa Tuhan semesta alam itu?”
24.~ Musa menjawab: “Tuhan
pencipta langit dan bumi dan apa yang diantara keduanya {itulah
Tuhanmu} jika kamu sekalian {orang-orang} mempercayainya”.
25.~
Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya: “Apakah kamu tidak
mendengarkan?”.
26.~ Musa berkata: “Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek
moyang kamu yang dahulu”
27.~ Fir’aun berkata: “Sesungguhnya
Rasulmu yang diutuskan kepada kamu sekalian benar-benar orang gila”.
28.~ Musa berkata: “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang
ada di antara keduanya {itulah Tuhanmu} jika kamu mempergunakan
akal”.
29.~ Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyenbah Tuhan
selain aku benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang
dipenjarakan”.
30.~ Musa berkata: “Dan apakah kamu {akan melakukan
itu} walaupun aku tunjukkan kepadamu sesuatu {keterangan} yang nyata
jika kamu adlah termasuk orang-orang yang benar.”
{ Asy-Syura : 18 ~
31 }
Musa mempertunjukkan dua mukjizat kepada Fir’aun
Menjawab
tentangan Fir’aun yang menuntut bukti atas kebenarannya Musa dengan
serta-merta meletakkan tongkat mukjizatnya di atas yang segera
menjelma menjadi seekor ular besar yang melata menghala ke Fir’aun.
Karena ketakutan melompat lari dari singgahsananya melarikan diri
seraya berseru kepada Musa: ” Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama
delapan belas tahun panggillah kembali ularmu itu.” Kemudian
dipeganglah ular itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat biasa.
Berkata Fir’aun kepada Musa setelah hilang dari rasa heran dan
takutnya: “Adakah bukti yang dapat engkau tunjukkan kepadaku?”
“Ya, lihatlah.” Musa menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam
saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya dikeluarkan dari sakunya,
bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan mata Fir’aun itu dan orang-orang
yang sedang berada disekelilingnya.
Fir’aun sebagai raja yang menyatakan dirinya sebagai tuhan tentu tidak
akan mudah begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak pungutnya
walaupun kepadanya telah diperlihatkan dun mukjizat. Ia bahkan
berkata kepada kaumnya yang ia khuatir akan terpengaruh oleh kedua
mukjizat Musa itu bahwa itu semuanya adalah perbuatan sihir dan
bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang mahir yang datang dengan
maksud menguasai Mesir dan para penduduknya akan kekuatan dengan
sihirnya itu.
Fir’aun dianjurkan oleh penasihatnya yang dikepalai oleh Haman agar
mematahkan sihir Musa dan Harun itu dengan mengumpulkan ahli-ahli
sihir yang terkenal dari seluruh daerah kerajaan untuk bertanding
melawan Musa dan Harun. Anjuran mana disetujui oleh Fir’aun yang
merasa itu adalah fikiran yang tepat dan jalan yang terbaik untuk
melumpuhkan kedua mukjizat Allah yang oleh mereka dianggapnya
sebagai sihir. Anjuran itu lalu ditawarkan kepada Musa yang seketika
tanpa ragu-ragu sedikit pun menerima tentangan Fir’aun untuk beradu
dan bertanding melawan ahli-ahli sihir. Musa berkeyakinan penuh
bahwa dengan perlindung Allah ia akan keluar sebagai pemenang dalam
pertarungan itu, pertandingan antara perbuatan sihir yang diilham
oleh syaitan melawan mukjizat yang dikurniakan oleh Allah.
Pada suatu hari raya kerajaan telah bersetuju untuk mengadakan hari
pertandingan sihir maka berduyun-duyunlah penduduk kota menuju ke
tempat yang telah ditentukan untuk menyaksikan perlumbaan kepandaian
menyihir yang buat pertama kalinya diadakan di kota Mesir. Juga
sudah berada di tempat ahli-ahli sihhir yang terpandai yang telah
dikumpulkan dari seluruh wilayah kerajaan masing-masing membawa
tongkat , tali dan lain-lain alat sihirnya. Mrk cukup bersemangat
dan akan berusaha sepenuh kepandaian mrk untuk memenangi
pertandingan. Mrk telah memperolhi janji dari Fir’aun akan diberi
hadiah dan wang dalam jumlah yang besar bila berhasil mengalahkan Musa
dengan mematahkan daya sihirnya.
Setelah segala sesuatu selesai disiapkan dan masing-masing pembesar
negeri sudah mengambil tempatnya mengelilingi raja Fir’aun yang
telah duduk di atas kursi singgahsananya maka dinyatakanlah
pertandingan dimulai. Kemudian atas persetujuan Musa dipersilakan
para lawannya beraksi lebih dahulu mempertujukan kepandai sihirnya.
Segeralah ahli-ahli sihir Fir’aun menujukan aksinya melemparkan tongkat
dan tali-temali mrk ke tengah-tengah lapangan . Musa merasa takut
ketika terbayang kepadanya bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali itu
seakan-akan ular-ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak
mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati menghadapi tipu-daya
orang-orang kafir itu. Allah berfirman kepada Musa disaat ia merasa
cemas itu: “Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau
adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini.
Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera.”
Para ahli-ahli sihir yang pandai dalam bidangnya itu tercengang
ketika melihat ular besar yang menjelma dari tongkat Nabi Musa dan
menelan ular-ular dan segala apa yang terbayangsebagai hasil tipu
sihir mrk. Mrk segera menyerah kalah bertunduk dan bersujud {kepada
Allah} dihadapan Musa seraya berkata: “Itu bukanlah perbuatan sihir
yang kami kenal yang diilhamkan oleh syaitan tetapi sesuatu yang
digerakkan oleh kekuatan ghaib yang mengatakan kebenaran kata-kata
Musa dan Harun maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak
mempercayai risalah mereka dn beriman kepada Tuhan mereka sesudah
apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala kami sendiri.”
Fir’aun raja yang congkak dan sombong yang menuntut persembahan dari
rakyatnya sebagai tuhan segera membelalakkan matanya tanda marah dan
jengkel melihat ahli-ahli sihirnya begitu cepat menyerah kalah
kepada Musa bahkan menyatakan beriman kepada Tuhannya dan kepada
kenabiannya serta menjadi pengikut-pengikutnya. Tindakan mereka itu
dianggapnya sebagai pelanggaran terhadap kekuasaannya, penentangan
terhadap ketuhanannya dan merupakan suatu tamparan bagi kewibawaan
serta prestasinya. Ia berkata kepada mrk: “Adakah kamu berani
beriman kepada Musa dan menyerah kepada keputusannya sebelum aku
izinkan kepada kamu?” Bukankah ini suatu persekongkolan drp kamu
terhadapku? Musa dpt mengalah kamu sebab ia mungkin guru dan
pembesar yang telah mengajarkan seni sihir kepadamu dan kamu telah
mengatur bersama-samanya tindakan yang kamu sandiwarakan di depanku
hari ini. Aku tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan khianatmu
ini. Akanku potong tangan-tangan dan kaki-kakimu serta akanku salibkan
kamu semua pada pangkal pohon kurma sebagai hukuman dan balasan bagi
tindakan khianatmu ini.”
Ancaman Fir’aun itu disambut mrk dengan sikap dingin dan acuh tak
acuh. Karena Allah telah membuka mata hati mereka dengan cahaya iman
sehingga tidak akan terpengaruh dengan kata-kata kebathilan yang
menyesatkan atau ancaman Fir’aun yang menakutkan. Mrk
sebagai-orang-orang yang ahli dalam ilmu dan seni sihir dpt
membedakan yang mana satu sihir dan yang mana bukan. Maka sekali mrk
diyakinkan dengan mukjizat Nabi Musa yang membuktikan kebenaran
kenabiannya tidaklah keyakinan itu akan dpt digoyahkan oleh ancaman
apa pun. Berkata mereka kepada Fir’aun menanggapi ancamannya: “Kami
telah memdpat bukti-bukti yang nyata dan kami tidak akan mengabaikan
kenyataan itu sekadar memenuhi kehendak dan keinginanmu. Kami akan
berjalan terus megikut jejak dan tuntutan Musa dan Harun sebagai
pesuruh oleh yang benar. Maka terserah kepadamu untuk memutuskan apa
yang engkau hendak putuskan terhadap diri kami. Keputusan kamu hanya
berlaku di dunia ini sedang kami mengharapkan pahala Allah di
akhirat yang kekal dan abadi.”
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah “Asy-Syu’ara” ayat 32 sehingga ayat 51 juz 19 sebagai berikut :~
“32~ Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu
{menjadi ular}.
33~ Dan ia menarik tangannya {dr dalam saku bajunya}
maka tiba-tiba tangan itu menjadi putih {bersinar} bagi orang-orang
yang melihatnya.
34~ Fir’aun berkata pembesar-pembesar yang berada
di sekelilingnya: “Sesungguhnya Musa itu benar-benar seorang ahli
sihir yang pandai,
35~ ia hendak mengusir kamu dari negeri kamu
sendiri dengan sihirnya maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?”
36~ Mrk menjawab: “Tundalah {urusan} dia dan saudaranya dan kirimlah
ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan {ahli sihir},
37~ nescaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai
kepadamu”.
38~ Lalu dikumpulkanlah ahli-ahli sihir pada waktu yang
ditetapkan di hari yang maklum,
39~ dan dikatakan kepada orang
ramai: “Berkumpullah kamu sekalian,
40~ semoga kita mengikuti
ahli-ahli sihir, jika mereka adalah orang-orang yang menang”.
41~
Maka tatkala ahli-ahli sihir dtg , mrk pun bertanya kepada Fir’aun:
“Apakah kami sungguh-sungguh mendpt upah yang besar jika kami adalah
orang-orang yang menang?”
42~ Fir’aun menjawab: “Ya, kalu demikian,
sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi orang yang
didekatkan {kepadaku}”.
43~ Berkatalah Musa kepada mrk: “Jatuhkalah
apa yang kamu hendak jatuhkan”.
44~ Lalu mrk menjatuhkan tali-temali
dan tongkat-tongkat mereka lalu berkata: ” Demi kekuasaan Fir’aun,
sesungguhnya kami akan benar-benar akan menang”.
45~ kemudian Musa
menjatuhkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu
yang mereka ada-adakan itu.
46~ Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir
sambil bersujud {kepada Allah},
47~ mereka berkata: “Kami beriman
kepada Tuhan semesta alam ,
48~ yaitu Tuhan Musa dan Harun”.
49~
Fir’aun berkata: “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa
sebelumaku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar
pemimpinmu yang mengajar sihir kepadamu, maka kamu nanti pasti
benar-benar akan mengetahui {akibat perbuatanmu}, sesungguhnya aku akan
memotong tanganmu dan kakimu dengan bersilangan dan aku akan
menyalibmu semuanya”.
50~ Mereka berkata: “Tidak ada kemudharatan
{kepada kami}, sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami,
51~
sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan
mengampuni kesalahan kami, karena kami adalah orang-orang yang
pertama sekali beriman.”
{Asy-Syu’ara : 32 ~ 51 }
Fir’aun tetap keras kepala dan semakin bingung
Nabi
Musa yang telah mengalahkan ahli-ahli sihir dengan kedua
mukjizatnya makin meluas pengaruhnya, sedan Fir’aun dengan kekalahan
ahli sihirnya merasa kewibawaannya merosot dan kehormatannya
menurun. ia khuatir jika gerakan Musa tidak segera dipatahkan akan
mengancam keselamatan kerajaannya serta kekekalan mahkotanya. Para
penasihat dan pembantu-pembantu terdekatnya tidak berusaha menghilangkan
rasa kecemasan dan kekhuatirannya, tetapi mereka sebaliknya makin
membakar dadanya dan makin menakutu-nakutinya. Mrk berkata
kepadanya: “Apakah engkau akan terus membiarkan Musa dan kaumnya
bergerak secara bebas dan meracuni rakyat dengan amcam-macam
kepercayaan dan ajaran-ajaran yang menyimpang dari apa yang telah
kita warisi dari nenek-moyang kita? Tidakkah engkau sedar bahwa
rakyat kita makin lama makin terpengaruh oleh hasutan-hasutan Musa.
sehingga lama-kelamaan nescaya kita dan tuhan-tuhan kita akan
ditinggalkan oleh rakyat kita dan pada akhirnya akan hancur
binasalah negara dan kerajaanmu yang megah ini.”
Fir’aun menjawab: “Apa yang kamu huraikan itu sudah menjadi perhatiku
sejak dikalahkannya ahli-ahli sihir kita oleh Musa. Dan memang
kalau kita membiarkan Musa terus melebarkan sayapnya dan meluaskan
pengaruhnya di kalangan pengikut-pengikutnya yang makin lama makin
bertambah jumlahnya, pasti pada akhirnya akan merusakkan adab hidup
masyarakat negara kita serta membawa kehancuran dan kebinasaan bagi
kerajaan kita yang megah ini. karenanya aku telah merancang akan
bertindak terhadap Bani Isra’il dengan membunuh setiap orang lelaki
dan hanya wanita sahaja akanku biarkan hidup.”
Rancangan jahat fir’aun diterapkan oleh pegawai dan kaki tangan
kerajaannya. Aneka ragam gangguan dan macam-macam tindakan kejam
ditimpakan atas Bani Isra’il yang memang menurut anggapan
masyarakat, mereka itu adalah rakyat kelas kambing dalam kerajaan
Fir’aun yang zalim itu. Dengan makin meningkatnya kezaliman dan
penindasan yang mereka terima dari alat-alat kerajaan Fir’aun,
datanglah Bani Isra’il kepada Nabi Musa, mengharapkan pertolongan
dan perlindungannya. Nabi Musa tidak dpt berbuat byk pada masa itu
bagi Bani Isra’il yang tertindas dan teraniaya. Ia hanya
menenteramkan hati mereka, bahwa akan tiba saatnya kelak,di mana mrk
akan dibebaskan oleh Allah dari segala penderitaan yang mrk alami.
Dianjurkan oleh Nabi Musa agar mereka bersabar dan bertawakkal
seraya memohon kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan dan
perlindungan-Nya karena Allah telah menjanjikan akan mewariskan
bumi-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang soleh,
sabar dan bertakwa!
Fir’aun bertujuan melemahkan kedudukan Nabi Musa dengan tindakan
kejamnya terhadap Bani Isra’il yang merupakan kaumnya, bahkan tulang
belakang Nabi Nusa. Akan tetapi gerak dakwah Nabi Musa tidak
sedikit pun terhambat oleh tindakan Fir’aun itu. Demikian pula tidak
seorang pun drp pengikut-pengikutnya yang terpengaruh dengan
tindakan Fir’aun itu. Sehingga tidak menjadi luntur iman dan
keyakinan mrk yang sudah bulat terhadap risalah Musa.
Karena sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak
berperikamanusiaan itu tidak tercapai dan tidak dpt menerima dakwah Nabi
Musa dan para pengikutnya, yang dilhatnya bahkan semakin
bersemangat menyiarkan ajaran iman dan tauhid, maka Fir’aun tidak
mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang menjadi
pengikutnya, yaitu dengan membunuh Nabi Musa.
Fir’aun memanggil para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaannya
untuk bermesyuarat dan merancang pembunuhan Musa. Di antara mereka
yang di undang itu terdapat seorang mukmin dari Keluarga Fir’aun
yang merahsiakan imannya.
Di tengah-tengah perdebatan dan perundingan yang berlangsung dalam
pertemuan yang diadakan oleh Fir’aun untuk membincangkan cara pembunuhan
Nabi Musa itu, bangkitlah berdiri mukmin itu mengucapkan
pembelaannya terhadap Nabi Musa dan nasihat serta tuntunan bagi
mereka yang hadir. Ia berkata: “Apakah kamu akan membunuh seseorang
lelaki yang tidak berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah
Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman dan kepercayaannya itu kepada
kamu bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia telah mempertunjukkan kepada
kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan kamu akan kebenaran
ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia sendirilah
yang akan menanggung dosa akibat dustanya. Namun jika ia adalah
benar dalam kata-katanya, maka nescaya akan menimpa kepada kamu bencana
azab yang telah dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian
siapakah yang akan menolong kamu dari azab Allah yang telah
dijanjikan itu?”
Fir’aun memotong pidato orang mukmin itu dengan berkata: “Rancanganku
harus terlaksana dan Musa harus dibunuh. Aku tidak mengemukan
kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak
menunjukkan kepadamu melainkan jalan yang benar, jalan yang akan
menyelamatkan kerajaan dan negara.”
Berucap orang mukmin dari keluarga Fir’aun itu melanjutkan:
“Sesungguhnya aku khuatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan enggan
menempuh jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu
akan ditimpa azab dan seksa yang membinasakan , sebagaimana telah
dialami oleh kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat-umat yang
datang sesudah mereka. Apa yang telah dialami oleh kaum-kaum itu
adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka karena Allah tidak
menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya”.
Mukmin itu meneruskan nasihatnya:”Wahai kaumku! Sesungguhnya aku
khuatir kamu akan menerima seksa dan azab Tuhan di hari qiamat kelak, di
mana kamu akan berpaling kebelakang, tidak seorang pun akan dapat
menyelamatkan kamu itu dari seksa Allah. Hai kaum ikutilah nasihatku,
aku hanya ingin kebaikan bagimu dan mengajak kamu ke jalan yang
benar. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanya merupakan
kesenangan sementara, sedangkan kesenangan dan kebahagiaan yang
kekal adalah di akhirat kelak.”
Orang mukmin dari keluarga Fir’aun itu tidak dpt mengubah sikap
Fir’aun dan pengikut-pemgikutnya, walaupun ia telah berusaha dengan
menggunakan kecekapan berpidatonya dan susunan kata-katanya yang
rapi, lengkap dengan contoh-contoh dari sejarah umat-umat yang
terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah karena perbuatan dan
pembangkangan mereka sendiri.
Fir’aun dan pengikut-pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin
itu, agar meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyetujui
rancangan jahat mereka. Ia dinasihat untuk melepaskan pendiriannya
yang pro Musa dan mengabungkan diri dalam barisan mereka menentang
Musa dan segala ajarannya. Ia diancam dengan dikenakan tindakan
kekerasan bila ia tidak mahu mengubah sikap pro kepada Musa secara
suka rela.
Berkata orang mukmin itu menanggapi anjuran Fir’aun: “Wahai kaumku,
sgt aneh sekali sikap dan pendirianmu, aku berseru kepada kamu untuk
kebaikan dan keselamatanmu, kamu berseru kepadaku untuk berkufur
kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang aku tidak
ketahui, sedang aku berseru kepadamu untuk beriman kepada Allah,
Tuhan YAng Maha Esa, Maha Perkasa, lagi Maha Pengampun. Sudah pasti
dan tidak dapat diragukan lagi, bahwa apa yang kamu serukan kepadaku
itu tidak akan menolongku dari murka dan seksa Allah di dunia
mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kamu sekalian akan kembali
kepada Allah yang akan memberi pahala syurga bagi orang-orang yang
soleh, bertakwa dan beriman, sedang orang-orang kafir yang telah
melampaui batas akan diberi ganjaran dengan api neraka. Hai kaumku
perhatikanlah nasihat dan peringatanku ini. Kamu akan menyedari
kebenaran kata-kataku ini kelak bila sudah tidak berguna lagi orang
menyesal atau merasa susah karena perbuatan yang telah dilakukan.
Aku hanya menyerahkan urusan ku dan nasibku kepada Allah. Dialah
Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat perbuatan dan kelakuan
hamba-hamba-Nya.”
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah “Al-A’raaf” ayat
127 sehingga ayat 129 juz 9 dan surah “Al-Mukmin” ayat 28 sehingga
ayat 33 dan ayat 38 sehingga ayat 45 juz 24 sebagai berikut :~
“127~ Berkata pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun {kepada Fir’aun}:
“Apakah kamu akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat
kerusakkan di negeri ini {Mesir} dan meninggalkan kamu serta
tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab: “Akan kita bunuh anak-anak lelaki
mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan
sesungguhnya kita berkuasa penuh ke atas mereka”.
128~ Musa berkata
kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah
sesungguhnya bumi {ini} kepunyaan Allah dipusakakannya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesusahan yang baik
adalah bagi orang-orang yang bertakwa”.
129~ Kaum Musa berkata:
“Kami telah ditindas {oleh Fir’aun} sebelum kamu datang kepada kami
dan sesudah kamu datang.” Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah
membinasakan musuh-musuh kamu dan menjadikan kamu khalifah di
bumi{-Nya} maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.”
{
Al-A’raaf : 127 ~ 129 }
“28~ Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut
Fir’aun yang mneyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan
membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan “Tuhanku ialah
Allah” padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta, maka
dialah yang menanggung {dosa} dustanya itu dan jika dia seorang yang
benar, nescaya sebahagia {bencana} yang diancamkannya kepadamu akan
menimpamu.” Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
melampaui batas lagi pendusta.
29~ Hai kaumku utkmulah kerajaan pada
hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong
kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita?” Fir’aun berkata:
“Aku tidak mengemukakan kepadamu melainkan apa yang aku pandang baik
dan aku tidak menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.”
30~
Dan orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku
khuatir kamu akan ditimpa {bencana} seperti peristiwa {kehancuran}
golongan yang bersekutu,
31~ {yakni} seperti keadaan kaum Nuh, Aad,
Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak
menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.
32~ Hai
kaumku, sesungguhnya aku khuatir terhadapmu akan seksaan hari
panggil-memanggil.
33~ {yaitu} hari {ketika} kamu {lari} berpaling
kebelakang, tidak ada bagimu seseorang pun yang menyelamatkan kamu
dari {azab} Allah dan siapa yang disesatkan Allah nescaya tidak ada
baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk.”
{ Al-Mukmin : 28 ~
33 }
“38~ Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku ikutilah aku
akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.
39~ Hai kaumku! Sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan {sementara} dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
40~ Barabg siapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan
sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa yang mengerja amal
yang soleh baik laki-laki mahupun perempuan sedang ia dalam keadaan
beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rezeki
didalamnya tanpa hisab.
41~ Hai kaumku! Bagaiman kamu ini, aku
menyeru kamu kepada keselamatan tetapi kamu menyeru aku ke neraka?
42~ {kenapa} kamu menyerukan supaya kufur kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidakku ketahui padahal aku menyeru
kamu {beriman} kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?”
43~
Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku {beriman} kepadanya
tidak dpt memperkenankan seruan apa pun, baik di dunia mahu pun di
akhirat. Dan sesungguhnya kembali kita adalah kepada Allah dan
sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mrk itulah penghuni
neraka.
44~ Kelak kamu akan ingat kepada apa yang aku katakan kepada
kamu. Dan aku menyerahkan urusan aku kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
45~ Maka Allah
memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka dan Fir’aun berserta
kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.”
{ Al-Mukmin : 38 ~ 45 }
Fir’aun menghina dan mengejek Musa
Selain
tindakan kekerasan yang ditimpakan ke atas Bani Isra’il kaumnya
Nabi Musa, Fir’aun melontarkan penghinaan dan kata-kata ejekan
terhadap Nabi Musa dalam usahanya memerangi dan membendung pengaruh
Nabi Musa yang semakin beertambah semenjak ia keluar sebagai
pemenang dalam pertandingan melawan tukang-tukang sihir kaum
Fir’aun.
Berkata Fir’aun kepada pembesar-pembesar kerajaannya: “Biarkanlah aku
membunuh Musa dan biarlah ia memohon dari Tuhannya untuk
melindunginya. Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan
diri dari kekuasaanku dan biarlah ia membuktikan kebenaran
kata-kata, bahwa Tuhannya akan melindunginya dari segala tipu daya
musuh-musuhnya.”
Dalam lain kesempatan Fir’aun berkata kepada rakyatnya yang sudah
diperhambakan jiwanya, terbiasa memuja-mujanya, mengiakan kata-katanya
dan mengaminkan segala perintahnya: “Hai rakyatku! Tidakkah kamu
melihat bahwa aku memiliki kerajaan Mesir yang megah dan besar ini
di mana sungai-sungai mengalir dibawah telapak kakiku, sungai-sungai
yang memberi kemakmuran hidup dan kebahagiaan hidup bagi rakyatku?
Dan tidakkah kamu melihat kekuasaanku yang luas dan ketaatan
rakyatku yang bulat kepadaku? Bukankah aku lebih baik dan lebih
agung dari Musa yang hina-dina itu yang tidak cekap menguraikan isi
hatinya dan menerangkan maksud tujuannya. Megapa Tuhannya tidak
memakaikan gelang emas, sebagaimana lazimnya orang-orang yang
diangkat menjadi raja, pemimpin atau pembesar? Atau mengapa ia tidak
diiringi oleh malaikat-malaikat sebagai tanda kebesarannya dan
bukti kebenarannya bahwa ia adalah pesuruh Tuhannya?”
Kelompok orang yang mendengar kata-kata Fir’aun itu dengan
serta-merta mengiyakan dan membenarkan kata-kata rajanya serta
menyatakan kepatuhan yang bulat kepada segala titah dan perintahnya
sebagai warga yang setia kepada rajanya, namun zalim dan fasiq
terhadap Tuhannya.
Dalam pd itu kesabaran Nabi Musa sampai pd puncaknya, melihat Fir’aun
dan pembantu-pambantunya tetap berkeras kepala menentang dakwahnya,
mendustakan risalahnya dan makin memperhebatkan tindakan kejamnya
terhadap kaum Bani Isra’il terutama para pengikutnya yang
menyembunyikan imannya karena ketakutan daripada kejaran Fir’aun dan
pembalasannya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Maka
disampaikan oleh Nabi Musa kepada mrk bahwa Allah tidak akan
membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan
penindasan terhamba-hamba-Nya dan berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya.
Akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka bila tetap tidak mahu sedar
dan beriman kepada-Nya, bermacam azb dan seksa di dunia semasa hidup
mereka sebagai pembalasan yang nyata!
Berdoalah Nabi Musa, memohon kepada Allah: “Ya Tuhan kami, engkau
telah memberi kepada Fir’aun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta
kekayaan yang meluap-luap dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu
mengakibatkan mereka menyesatkan manusia, hamba-hamba-Mu, dari jalan
yang Engkau redhai dan tuntunan yang Engkau berikan. Ya Tuhan kami,
binasakanlah harta-benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mrk
tidak akan beriman dan kembali kepada jalan yang benar sebelum
melihat seksaan-Mu yang pedih.”
Berkat doa Nabi Musa dan permohonannya yang diperkenankan oleh Allah,
maka dilandakanlah kerajaan Fir’aun oleh krisis kewangan dan
makanan, yang disebabkan mengeringnya sungai Nil sehingga tidak
dapat mengairi sawah-sawah dan ladang-ladang disamping serangan hama
yang ganas yang telah menghabiskan padi dan gandum yang sudah
menguning dan siap untuk diketam.
Belumlagi krisis kewangan dan makanan teratasi datang menyusul bala
banjir yang besar disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya,
sehingga menghanyutkan rumah-rumah, gedung-gedung dan membinasakan
binatang-binatang ternak. Dan sebagai akibat dari banjir itu
berjangkitlah bermacam-macam wabak dan penyakit yang merisaukan
masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain. Kemudian datanglah
barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam
rumah-rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup
mereka,menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur, disebabkan
menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam tempat-tempat tidur, hidangan
makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.
Pada waktu azab menimpa dan bencana-bencana itu sedang melanda
berdatanglah mereka kepada Nabi Musa minta pertolongannya demi
kenabiannya, agar memohonkan kepada Allah mengangkat bala itu dari
atas mereka dengan perjanjian bahwa mrk akan beriman dan menyerahkan
Bani Isra’il kepada Nabi Musa sekirannya mereka dpt ditolong dan
terhindar dari azab bala itu.
Akan tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari atas mrk dan hilanglah
gangguan yang diakibatkan olehnya, mrk mengingkari janji mereka dan
kembali bersikap memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa
yang terjadi bukanlah karena doa dan permohonan Musa kepada Allah
tetapi karena hasil usaha
mereka sendiri.
Bacalah tentang isi cerita di atas ayat 26 dari surah “Al-Mukmin”
; ayat 51 sehingga ayat 54 surah “Az-Zukhruf” ; ayat 88 dan 89
surah “Yunus” dan ayat 130 sehingga ayat 135 surah “Al-A’raaf”
sebagimana berikut :~
“Dan berkata Fir’aun {kepada pembesar-pembesarnya} “Biarlah aku
membunuh Musa, dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena
sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agama atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi.” { Al-Mukmin : 26 }
51~“Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya {seraya} berkata: “Hai kaumku!
Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan {bukankah} sungai-sungai
ini mengalir dibawahku, maa apakah yang kamu tidak melihatnya?
52~
Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir
tidak dapat menjelaskan {perkataannya}?
53~ Mengapa tidak dipakaikan
kepadanya gelang emas, atau malaikat datang bersama-sama dia untuk
mengiringkannya.”
54~ Mak Fir’aun mempergaruhi kaumnya {dengan
perkataan itu} lalu mereka patuh kepadanya kerana sesungguhnya
mereka itu adalah kaum yang fasiq.”
{ Az-Zukhruf : 51 ~ 54 }
“88~ Musa berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah
memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta
kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Tuhan kami, akibatnya mereka
menyesatkan {manusia} dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah
harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka maka mereka tidak
beriman hingga mereka melihat seksaan yang pedih.”
89~ Allah
berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua
sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah
sesekali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.”
{
Yunus : 88 sehingga 89 }
“130~ Dan sesungguhnya Kami telah menghukum {Fir’aun dan} kaumnya
dengan mendatangkan musim kemarau yang panjang dan kekurangan
buah-buahan, supaya mereka mengambil pengajaran
131~ Kemudian
apabila datang kepada mereka kemakmuran mereka berkata: “Ini adalah
kerana {usaha} kami.” Dan jika mereka ditimpa kesusahan mrk
lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang
berserta dengannya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu
adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakkan mereka tidak
mengetahui.
132~ Mrk berkata kepada Musa: Bagaiman kamu mendatangkan
keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu,
maka sesekali kami tidak akan beriman kepadamu.”
133.~ Maka Kami
{Allah} kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan
darah sebagai bukti yang jelas tetapi mrk tetap menyombong diri dan mrk
adalah kaum yang berdosa.
134~ Dan ketika mrk ditimpa azab {yang
telah diterangkan itu} mereka pun berkata: ” Hai Musa, mohonkanlah
untuk kami kepada Tuhanmu dengan {perantaraan} kenabian yang
diketahui oleh Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat
menghilangkan azab itu drp kami pasti kami akan beriman kepadamu dan
akan kami biarkan Bani Isra’il pergi bersamamu.”
135~ Maka setelah
Kami hilangkan azab itu dari mrk hingga batas waktu yang mrk sampai
kepadanya, tiba-tiba mrk mengingkarinya.”
{ Al-A’raaf : 130 ~ 135 }
Bani Isra’il keluar dari Mesir
Bani
Isra’il yang cukup menderita akibat tindasan Fir’aun dan kaumnya
cukup merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di bawah
pemerintahan Fir’aun yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sedar
bahwa Musalah yang benar-benar dikirimkan oleh Allah untuk
membebaskan mereka dari cengkaman Fir’aun dan kaumnya. Maka
berduyun-duyunlah mereka datang kepada Nabi Musa memohon
pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir.
Kemudian bertolaklah rombongan kaum Bani Isra’il di bawah pimpinan Nabi
Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki
dengan cepat karena takut tertangkap oleh Fir’aun dan bala
tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah
mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam
suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.
Rasa cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan
Bani Isra’il ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang
dari belakang mrk dikejar oleh Fir’aun dan bala tenteranya yang akan
berusaha mengembalikan mereka ke Mesir. Mereka tidak meragukan lagi
bahwa bila mrk tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka
terima dari Fir’aun yang zalim itu.
Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha’ bin Nun:
“Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?” Musuh berada di belakang
kami sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat
dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk
menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun dan kaumnya?”
Nabi Musa menjawab: “Janganlah kamu khuatir dan cemas, perjalanan
kami telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang akan
memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh
yang zalim itu.”
Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa
berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang
kelihatan tenang sahaja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan
perintah agar memukulkan air laut dengan tongkatnya. Maka dengan
izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti
gunung yang besar. Di antara kedua belahan air laut itu terbentang
dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan Nabi
Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra’il menuju ke tepi timurnya.
Setelah mrk sudah berada di bahagian tepi timur dalam keadaan selamat
terlihatlah oleh mereka Fir’aun dan bala tenteranya menyusuri jalan
yang sudah terbuka di antara dua belah gunung air itu. Kembali rasa
cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi
Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya.
Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang
menanti Fir’aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut.
Karena takdir Allah tela mendahului bahwa mrk akan menjadi bala
tentera yang tenggelam.
Berkatalah Fir’aun kepada kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi
mereka di antara dua belah gunung air itu: “Lihat bagaimana lautan
terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar
orang-orang yang melarikan diri itu. Mrk mengira bahwa mrk akan dpt
melepaskan dari kejaran dan hukumanku. Mrk tidak mengetahui bahwa
perintahku berlaku dan ditaati oleh laut, jgn lagi oleh manusia.
Tidakkah ini semuanya membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa
yang harus disembah olehmu?” Maka dengan rasa bangga dan sikap
sombongnya turunlah Fir’aun dan bala tenteranya ke dasar laut yang
sudah mengering itu melakukan gerak-cepatnya untuk menyusul Musa dan
Bani Isra’il yang sudah berada di tepi bahagian timur sambil menanti
hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhamba-hamba-Nya yang kafir
itu.
Demikianlah maka setelah Fir’aun dan bala tenteranya berada di
tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya,
tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu
menutupi jalur jalan yang terbuka di mana Fir’aun dengan sombongnya
sedang memimpin barisan tenteranya mengejar Musa dan Bani Isra’il.
Terpendamlah mrk hidup-hidup di dalam perut laut dan berakhirlah
riwayat hidup Fir’aun dan kaumnya untuk menjadi kenangan sejarah dan
ibrah bagi generasi- akan datang.
Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan
diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah
Fir’aun: “Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan
Bani Isra’il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri
kepada-Nya sebagai salah seorang muslim.”
Berfirmanlah Allah kepada Fir’aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut:
“Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah
diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dpt menyelamatkan
engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sedar dan percaya setelah
sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman
terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak
dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu.
Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi
orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh
kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan
akan kekuasaan-Ku.”
Bani Isra’il pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian
Fir’aun. Mrk masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh
Fir’aun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia
luar biasa lain drp yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai
tuhan dan tidak akan mati. Khayalan yang masih melekat pd fikiran
mrk menjadikan mrk tidak mahu percaya bahwa dengan tenggelamnya,
Fir’aun sudah mati. Mrk menyatakan kepada Musa bahwa Fir’aun mungkin
masih hidup namun di alam lain.
Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh
mrk tentang Fir’aun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa Fir’aun
sebagai orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah
atas perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa
dan menindaskan serta memperhambakan Bani Isra’il. Dan setelah
melihat dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan
orang-orangnya terapung-apung di permukaan air, hilanglah segala
tahayul mrk tentang Fir’aun dan kesaktiannya.
Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Fir’aun yang terdampar di pantai
diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh sampai
sekarang, sebagai mana dpt dilihat di muzium Mesir.
Tentang isi cerita yang terurai di atas dapat di baca dalam
surah “Thaha” ayat 77 sehingga 79 ; surah “Asy-Syua’ra” ayat 60
sehingga 68 ; surah “Yunus” ayat 90 sehingga 92 sebagaimana berikut
:~
“77~ Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah
kamu dengan hamba-hamba-Ku {Bani Isra’il} di malam hari, maka buatklah
untuk mrk jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khuatir akan
tersusul dan tidak usah takut {akan tenggelam}.”
78~ Maka Fir’aun
dengan bala tenteranya mengejar mrk, lalu mrk ditutup oleh laut yang
menenggelamkan mrk.
79~ Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan
tidak memberi peetunjuk.”
{ Thaha : 77 ~ 79 }
“60~ Maka Fir’aun dan bala tenteranya dpt menyusuli mrk di waktu
matahari terbit.
61~ Maka setelah kedua golongan itu saling melihat,
berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan
tersusul;
62~Sesungguhnya Tuhanku bersertaku, kelak Dia akan memberi
petunjuk kepadaku.
63~ Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah
lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan
tiap-tiap belahan itu adalah seperti golongan yang lain.
65~ Dan
Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang bersertanya semuanya.
66~
Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu.
67~ Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar
{mukjizat} dan kebanyakkan mrk tidak beriman.
68~ Dan sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Mulia Perkasa lai Maha Penyayang.”
{
Asy-Syu’ara : 60 ~ 68 }
“90~ Dan Kami memungkinkan Bani Isra’il melintasi lau, lalu mrk
diikiti oleh Fir’aun dan bala tenteranya, karena hendak menganiaya dan
menindas {mereka} hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Isra’il dan saya termasuk orang-orang yang
berserah diri {kepada Allah}.”
91~ Apakah sekarang {baru kamu
percaya} padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan
kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakkan.
92~ Maka pada
hari ini Kami akan selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pengajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakkan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
{
Yunus : 90 ~ 92 }
Nabi Musa A.S. dan Bani Isra’il setelah keluar dari Mesir
Dalam
perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di bahagian
utara dari Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari kejaran
Fir’aun dan kaumnya. Bani Isra’il yang dipimpin oleh Nabi Musa itu
melihat sekelompok orang-orang yang sedang menyembah berhala dengan
tekunnya.
Berkatalah mrk kepada Nabi Musa: “Wahai Musa, buatlah
untuk kamu sebuah tuhan berhala sebagaimana mrk mempunyai
berhala-berhala yang disembah sebagai tuhan.” Musa menjawab:
“Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang yang bodoh dan tidak
berfikiran sihat. Persembahan mereka itu kepada berhala adalah perbuatan
yang sesat dan bathil serta pasti akan dihancurkan oleh Allah.
Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain Allah yang telah
memberikan kurnia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari
Fir’aun, melepaskan kamu dari perhambaannya dan penindasannya serta
memberikan kamu kelebihan di atas umat-umat yang lain.Sesungguhnya
suatu permintaan yang aneh drp kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan
selain Allah yang demikian besar nikmatnya atas kamu, Allah pencipta
langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru saja kamu
saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir’aun berserta
bala tenteranya untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu.”
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Isra’il dilanjutkan ke Gurun Sinai di
mana panas matahari sgt teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau
bangunan di mana orang dpt berteduh di bawahnya. Atas permohonan
Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan
oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk mrk bernaung dan
berteduh di bawahnya dari panas teriknya matahari. Di samping itu
tatkala bekalan makanan dan minuman mereka sudah berkurangan dan
tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan “manna”
– sejenis makanan yang manis sebagai madu dan “salwa” – burung
sebangsa puyuh dengan diiringi firman-Nya: “Makanlah Kami dari
makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu.”
Demikian pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan
air untuk minum dan mandi di tempat yang tandus dan kering itu,
Allah mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya.
Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air,
untuk dua belas suku bangsa Isra’il yang mengikuti Nabi Musa,
masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka
mengambil keperluan airnya.
Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih
belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mrk yang telah
menyelamatkan mereka dari perhambaan dan penindasan Fir’aun,
memberikan mereka hidangan makanan dan minuman yang lazat dan segar
di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa
agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dari rupa-rupa sayur-mayur, seperti ketimun,
bawang putih, kacang adas dan bawang merah karena mereka tidak puas
dengan satu macam makanan.
Terhadap tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa:
“Mahukah kamu memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya
sebagai pengganti dari apa yang lebih baik yang telah Allah kurniakan
kepada kamu? Pergilah kamu ke suatu kota di mana pasti kamu akan dapat
apa yang telah kamu inginkan dan kamu minta.”
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam
surah “Al-A’raaf ayat 138 sehingga 140 dan 160 ; serta surah
“Al-Baqarah” ayat 61 yang berbunyi sebagai berikut :~
“138~ Dan Kami seberangkan Bani Isra’il ke seberang lautan itu, maka
setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah
berhala, mereka {Bani Isra’il} berkata: “Hai Musa, buatlah untuk
kami sebuah tuhan {berhala} sebagaimana mereka mempunyai beberapa
tuhan {berhala}”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum
yang tidak mengetahui {sifat-sifat Tuhan}”.
139~ Sesungguhnya mereka
itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal yang
selalu mereka kerjakan.
140~ Musa berkata: “Patutkah aku mencari
tuhan untuk kamu yang selain dari Allah, padahal Dialah yang telah
melebihkan kamu atas segala umat”.
{ Al-A’raaf : 138 ~ 140 }
“160~ Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang
masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika
kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan
tongkatmu”. Maka memancarlah drpnya dua belas mata air. Sesungguhnya
tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan
Awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan
salwa. {Kami berfirman}: “Makanlah baik-baik dari apa yang Kami
telah rezekikan kepadamu.” Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi
merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri.” { Al-A’raaf : 160
}
“61~ Dan ingatlah ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak
boleh sabar {tahan} dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, Agar Dia mengeluarkan bagi
kami dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi, yaitu sayur-mayurnya,
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawah merahnya.”
Musa berkata: “Mahukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai
pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu
memperolehi apa yang kamu minta.”
{ Al-Baqarah : 61 }
Musa bermunajat dengan Allah
Menurut
riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya tatkala Nabi Musa berada
di Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka
sebuah kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang
akan memberi bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka
bergaul dan bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka
harus melakukan persembahan dan ibadah mereka kepada Allah. Di dalam
kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal
dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping
perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan
murkanya Tuhan.
Maka setelah perjuangan menghadapi Fir’aun dan kaumnya yang telah
tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah
agar diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan
risalahnya kepada kaumnya. Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar
untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari penuh, iaiut semasa
bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan
diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab
penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus
menghadap kepada Allah di atas bukit Thur Sina Nabi Musa merasa
segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau
kurang sedap akibat puasanya. Maka ia menggosokkan giginya dan
mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia
ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah.
Berkatalah malaikat itu kepadanya: “Hai Musa, mengapakah engkau
harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang
menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut
orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih
wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah
memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga
menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari.”
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara
pengikutnya untuk menyertainya ke bukit Thur Sina dan mengangkat Nabi
Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang
ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit
Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta.
Dan ketika ia ditanya oleh Allah: “Mengapa engkau datang seorang
diri mendahului kaummu, hai Musa?” Ia menjawab: “Mereka sedang
menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih
dahulu untuk mencapai redha-Mu.”
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: “Wahai Tuhamku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu”
Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cubalah
lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana
sedia kala, maka nescaya engkau akan dapat melihat-Ku.” Lalu
menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang
dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk
ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah
Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pengsan.
Setelah ia sedar kembali dari pengsannya, bertasbih dan bertahmidlah
ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan
berkata: “Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan
terimalah taubatku dn aku akan menjadi orang yang pertama beriman
kepada-Mu.”
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menerimakan kepada Nabi Musa
kitab suci “Taurat” berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan
kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala
sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan
penuntun kepada jalan yang diredhai oleh Allah.
Allah mengiring pemberian “Taurat” kepada Musa dengan firman-Nya:
“Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari
manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan
menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu
keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka
bersyukurlah atas segala kurnia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada
apa yang Aku tuturkan kepadamu. Dalam kitab yang Aku berikan
kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani
Isra’il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan
dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra’il agar
mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan
mereka di tempat-tempat orang-orang yang fasiq.”
Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah “Thaha”
ayat 83 dan 84 dan surah “Al-a’raaf” ayat 142 sehingga ayat 145
sebagaimana berikut :~
“83~ Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?”
84~ Berkata Musa: “Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku
bersegera kepadamu ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha kepadaku.”
{
Thaha : 83 ~ 84 }
“142~ Dan Kami telah janjikan kepada Musa {memberikan Taurat} sesudah
berlalu waktu tiga puluh malam dan Kami sempurnakan jumlah malam
itu dengan sepuluh {malam lagi}, maka sempurnalah waktu yang telah
ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada
saudaranya, yaitu Harun: “Gantilah aku dalam {memimpin} kaumku dan
perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang
membuat kerusakkan”.
143~ Dan tatkala Musa datang untuk {munajat}
dengan {Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman {langsung} kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku
nampakkanlah {Zat Engkau} kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sesekali tidak sanggup melihat-Ku,
tetapi melihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
{sebagai sediakala} nescaya kamu dapat melihat-Ku.” Tatkala Tuhannya
nampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pengsan. Maka setelah Musa sedar kembali, dia
berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang
yang pertama beriman.”
144~ Allah berfirman: “Hai Musa sesungguhnya
Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain {di masamu} untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku sebab itu
berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan
hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.”
145~ Dan Kami
telah tuliskan untuk Musa luluh {Taurat} segala sesuatu sebagai
pengajaran bagi sesuatu. Maka Kami berfirman: “Berpeganglah
kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada
{perintah-perintahnya} yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan
memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasiq.”
{ Al-A’raaf:
142 ~ 145 }
Bani Isra’il kembali menyembah patung anak lembu
Nabi
Musa berjanji kepada Bani Isra’il yang ditinggalkan di bawah
pimpinan Nabi Harun bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka lebih
lama dari tiga puluh hari, dalam perjalananya ke Thur Sina untuk
berminajat dengan Tuhan. Akan tetapi berhubung dengan adanya
perintah Allah kepada Musa untuk melengkapi jumlah hari puasanya menjadi
empat puluh hari, maka janjinya itu tidak dapat ditepati dan
kedatangannya kembali ke tengah-tengah mereka tertunda menjadi
sepuluh hari lebih lama drp yang telah dijanjikan.
Bani Isra’il merasa kecewa dan menyesalkan kelambatan kedtgan Nabi
Musa kembali ke tengah-tengah mrk. Mrk menggerutu dan mengomel
dengan melontarkan kata-kata kepada Nabi Musa seolah-olah ia telah
meninggalkan mrk dalam kegelapan dan dalam keadaan yang tidak
menentu. Mrk merasa seakan-akan telah kehilangan pimpinan yang
biasanya memberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk kepada mrk.
Keadaan yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok Bani
Isra’il itu, digunakan oleh seprg munafiq, bernama Samiri yang telah
berhasil menyusup ke tengah-tengah mrk, sebagai kesempatan yang baik
untuk menyebarkan benih syiriknya dan merusakkan akidah para
pengikut Nabi Musa yang baru saja menerima ajaran tauhid dan iman
kepada Allah. Samiri yang munafiq itu menghasut mrk dengan kata-kata
bahwa Musa telah tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka
dan bahawa dia tidak dapat diharapkan kembali dan karena itu
dianjurkan oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti
dari Tuhan Musa.
Samiri melihat bahwa hasutan itu dapat menggoyahkan iman dan akidah
pengikut-pengikut Musa yang memang belum meresapi benar ajaran
tauhidnya segera membuat patung bagi mereka untuk disembah sebagai
tuhan pengganti Tuhannya Nabi Musa. PAtung itu berbentuk anak lembu
yang dibuatnya dari emas yang dikumpulkan dari perhiasan-perhiasan
para wanita. Dengan kepandaian tektiknya patung itu dibuat begitu
rupa sehingga dapat mengeluarkan suara menguap seakan-akan anak
lembu sejati yang hidup. Maka diterimalah anak patung lembu itu oleh
Bani Isra’il pengikut Nabi Musa yang masih lemah iman dan akidahnya
itu sebagai tuhan persembahan mereka.
Ditegurlah mereka oleh Nabi Harun yang berkata: “Alangkah bodohnya
kamu ini! Tidakkah kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak
dapat bercakap-cakap dengan kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu
ke jalan yang benar. Kamu telah menganiaya diri kamu sendiri dengan
menyembah pada sesuatu selain Allah.”
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan
Samiri itu dengan kata-kata: “Kami akan tetap berpegang pada anak
lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke
tengah-tengah kami.”
Nabi Harun tidak dapat berbuat banyak menghadapi kaumnya yang telah
berbalik menjadi murtad itu, karena ia khuatir kalau mereka dihadapi
dengan sikap yang keras, akan terjadi perpecahan di antara mereka
dan akan menjadi keadaan yang lebih rumit dan gawat sehingga dapat
menyulitkan baginya dan bagi Nabi Musa kelak bila ia datang untuk
mencarikan jalan keluar dari krisis iman yang melanda kaumnya itu.
Ia hanya memberi peringatan dan nasihat kepada mereka sambil menanti
kedatangan Musa kembali dari Thur Sina.
Dalam pada itu, Nabi Musa setelah selesai bermunajat dengan Tuhan dan
dalam perjalanannya kembali ke tempat di mana kaumnya sedang
menunggu memperolehi isyarat tentang apa yang telah terjadi dan
dialami oleh Nabi Harun selama ketiadaannya. Nabi Musa sgt marah dan
sedih hati tatkala ia tiba di tempat dan melihat kaumnya sedang
berpesta mengelilingi anak patung lembu emas, menyembahnya dan
memuji-mujinya. Dan karena sgt marah dan sedihnya ia tidak dapat
menguasai dirinya, kepingan-kepingan Taurat dilemparkan berantakan.
Harun saudaranya dipegang rambut kepalanya ditarik kepadanya seraya
berkata menegur: “Apa yang engkau buat tatkala engkau melihat mereka
tersesat dan terkena oleh hasutan dan fitnahan Samiri? Tidakkah
engkau mematuhi perintahku dan pesanku ketika aku menyerahkan mereka
kepadamu untuk engkau pimpin? Tidakkah engkau berdaya melawan
hasutan Samiri dengan memberi petunjuk dan penerangan kepada mereka
dan mengapa engkau tidak cepat
memadamkan api kemurtadan ini sebelum
menjadi besar begini?”
Harun berkata menanggapi teguran Musa: “Hai anak ibuku, janganlah
engkau memegang jangut dan rambut kepalaku, menarik-narikku. Aku telah
berusaha memberi nasihat dan teguran kepada mereka, namun mereka
tidak mengindahkan kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan
mengancam akan membunuhku. Aku khawatir jika aku menggunakan sikap
dan tindakan yang keras, akan terjadi perpecahan dan permusuhan di
antara sesama kita, hal mana akan menjadikan engkau lebih marah dan
sedih. Lepaskanlah aku dan janganlah membuatkan musuh-musuhku
bergembira melihat perlakuanmu terhadap diriku. Janganlah disamakan
aku dengan orang-orang yang zalim.”
Setelah mereda rasa jengkel dan sedihnya dan memperoleh kembali
ketenangannya, berkatalah Nabi Musa kepada Samiri, orang munafiq yang
menjadi biang keladi dari kekacauan dan kesesatan itu: “Hai Samiri,
apakah yang mendorongmu menghasut dan menyesatkan kaumku, sehingga
mereka kembali menjadi murtad, menyembah patung yang engkau buatkan
dari emas itu?”
Samiri menjawab: “Aku telah melihat sesuatu yang mereka tidak
melihatnya. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku mengambil
segenggam tanah bekas jejak telapak kakinya itu, lalu aku
lemparkannya ke dalam emas yang mencair di atas api dan terjadilah
patung anak lembu yang dapat menguak, mengeluarkan suara sebagaimana
anak lembu biasa.Demikianlah hawa nafsuku membujukku untuk berbuat
itu.”
Berkata Nabi Musa kepada Samiri: “Pergilah engkau dan jauhilah
pergaulan manusia sebab karena perbuatan kamu itu engkau harus
dipencilkan dan menjadi tabu {sesuatu yang terlarang} jika disentuh
atau menyentuh seseorang ia akan menderita sakit demam panas. Ini
adalah ganjaranmu di dunia, sedang di akhirat nerakalah akan menjadi
tempatmu. Dan tuhanmu yang engkau buat dan sembah ini kami akan
bakar dan campakkannya ke dalam laut.”
Kemudian berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata: “Hai kaumku,
alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan setelah
kepergianku! Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah
Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab
suci? Ataukah engkau menghendaki kemurkaan Tuhan menimpa atas
dirimu, karena perbuatanmu yang buruk itu dan perlanggaranmu
terhadap perintah-perintah dan ajaran-ajaranku.”
Kaum Musa menjawab: “Kami tidak sesekali melanggar perjanjianmu
dengan kemahuan kami sendiri, akan tetapi kami disuruh membawa
beban-beban perhiasan yang berat kepunyaan orang Mesir yang atas
anjuran Samiri kami lemparkan ke dalam api yang sedang menyala.
Kemudian perhiasan-perhiasan yang kami lemparkan itu menjelma
menjadi patung anak lembu yang bersuara, sehingga dapat menyilaukan
mata kepala kami dan menggoyahkan iman yang sudah tertanam di dalam
dada kami.”
Berkata Musa kepada mrk: “Sesungguhnya kamu telah berbuat dosa besar
dan menyia-nyiakan dirimu sendiri dengan menjadikan patung anak
lembu itu sebagai persembahanmu, maka bertaubatlah kamu kepada
Tuhan, Penciptamu dan Pencipta alam semesta dan mohonlah ampun
drpnya agar Dia menunjukkan kembali kepada jalan yang benar.”
Akhirnya kaum Musa itu sedar atas kesalahannya dan mengakui bahwa mereka
telah disesatkan oleh syaitan dan memohon ampun dan rahmat Allah
agar selanjutnya melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis
yang akan merugikan mereka di dunia dan akhirat. Demikian pula Nabi
Musa beristighfar memohon ampun baginya dan bagi Harun saudaranya
setalah ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya sebagai wakil
Musa dalam menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya. Berdoa
Musa kepada Tuhannya: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan
masukkanlah kami berdua ke dalam lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya
Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Setelah suasana yang meliputi hubungan Musa dengan Harun di satu
pihak dan hubungan mereka berdua dengan kaumnya di lain pihak
menjadi tenang kembali, kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan
sudah dihimpun dan disusun sebagaimana asalnya, maka Allah
memerintahkan kepada Musa agar membawa sekelompok dari kaumnya
menghadap untuk meminta ampun atas dosa mereka menyembah patung anak
lembu.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk diajak
pergi bersama ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun
atas dosa kaumnya. Mereka diperintahkan untuk keperluan itu agar
berpuasa, mensucikan diri, pakaian mereka dan pada waktu yang telah
ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama tujuh puluh orang itu
menuju ke bukit Thur Sina.
Setiba mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh
bukit, kemudian masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam
awan gelap itu dan segera mereka bersujud. Dan sementara bersujud
terdengarlah oleh kelompok tujuh puluh itu percakapan Nabi Musa
dengan Tuhannya. Pada saat itu timbullah dalam hati mereka keinginan
untuk melihat Zat Allah dengan mata kepala mereka setelah mendengar
percakapan-Nya dengan telinga.Maka setelah selesai Nabi Musa
bercakap-cakap dengan Allah berkatalah mereka kepadanya: “Kami tidak
akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang.”
Dan sebagai jawapan atas keinginan mereka yang menunjukkan
keingkaran dan ketakaburan itu, Allah seketika itu juga mengirimkan
halilintar yang menyambar dan merenggut nyawa mereka sekaligus.
Nabi Musa merasa sedih melihat nasib fatal yang menimpa kelompok
tujuh puluh orang yang merupakan orang-orang yang terbaik di antara
kaumnya. Ia berseru memohon kepada Allah agar diampuni dosa mereka
seraya berkata: “Wahai Tuhanku, aku telah pergi ke Thur Sina dengan
tujuh puluh orang yang terbaik di antara kaumku kemudian aku akan
kembali seorang diri, pasti kaumku tidak akan mempercayaiku.
Ampunilah dosa mereka, wahai Tuhanku dan kembalilah kepada mereka
nikmat hidup yang Engkau telah cabut sebagai pembalasan atas
keinginan dan permintaan mereka yang durhaka itu.”
Alah memperkenankan doa Musa dan permohonannya dengan dihidupkan
kembali kelompok tujuh puluh orang itu, maka bangunlah mereka
seakan-akan orang yang baru sedar dari pengsannya.
Kemudian pada
kesempatan itu Nai Musa mengambil janji dari mereka bahwa mereka
akan berpegangan teguh kepada kitab Taurat sebagai pedoman hidup
mereka melaksanakan perinta-perintahnya dan menjauhi segala apa yang
dilarangnya.
Pokok cerita yang dihuraikan di atas, dikisahkan oleh Al-Quran dalam
banyak tempat, di antaranya surah “Thaha” ayat 85 sehingga 98, surah
“Al-A’raaf ayat 149, 151, 154, 155 dan surah “Al-Baqarah” ayat
55, 56, 63 dan 64 sebagai berikut :~
“85~ Allah berfirman: “Maka sesungguuhnya Kami telah menguji
kaummu sesudah kamu tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh
Samiri.”
86~ Kemudian Musa kembali kepada kaumnya, bukankah Tuhanmu
telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa
lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu melanggar perjanjian
dengan aku?”
87~ Mereka berkata: “Kami sesekali tidak melanggar
perjanjian kamu dengan kemahuan kami sendiri, tetapi kami disuruh
membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah
melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya.”
88~
Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mrk anak lembu yang bertubuh dan
bersuara, maka mereka berkata: “Inilah tuhanmu dan tuhan Musa tetapi
Musa telah lupa.”
89~ Maka apakah mereka tidak memperhatikan
bahawapatung anak lembu itu tidak dapat memberi jawapan kepada
mereka dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak
pula kemanfaatan?
90~ Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka
sebelumnya: ” Hai kaumku, sesungguhnya kamu itu hanya diberi cubaan
dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah Tuhan Yang
Maha Pemurah maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.”
91~ Mereka
menjawab: “Kami akan tetap menyambah patung anak lembu ini, hingga
Musa kembali kepada kami.”
92~ Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang
menghalangi kamu ketika kamu melihat telah tersesat,
93~ {sehingga}
kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah sengaja mendurhakai
perintahku?”
94~ Harun menjawab: “Hai putera ibuku, janganlah
kamu pegang jangutku dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya aku khuatir
bahawa kamu akan berkata {kepadaku}: ” Kamu telah memecah antara
Bani Isra’il dan kamu tidak memelihara amanatku.”
95~ Berkatalah
Musa: “Apakah yang mendorongmu {berbuat demikian} hai Samiri?”
96~
Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak
mengetahuinya maka aku ambil segenggam aari jejak rasul, lalu aku
melemparkannya dan demikianlah nafsuku membujukku.”
97~ berkata Musa:
“Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagi kamu di dalam kehidupan di
dunia ini hanya dapat menyatakan : Janganlah menyantuh {aku}.” Dan
sesungguuhnya bagimu hukuman {di akhirat} yang kami sesekali tidak dapat
menghindarinya dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap
menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya kemudian kami
sesungguhnya akan menghamburkannya ke dalam laut {berupa abu yang
berserakan}
98~ Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah yang tidak ada
Tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.”
{ Thaha :
85 ~ 98 }
“149~ Dan setelah mereka sgt menyesali perbuatanya dari mengetahui
bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata: “Sesungguhnya jika Tuhan
kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami
pastilah kami menjadi orang-orang yang rugi.”
{ Al-A’raaf : 149 }
“151~ Musa berdoa: “Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan
masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau dan Engkau adalah Maha Penyayang
di antara para Penyayang.”
{ Al-A’raaf : 151 }
“154~ Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya kembali
luh-luh {Taurat} itu; dan dalam tulisannya terdpt petunjuk dan
rahmat buat orang-orang yang takut kepada Tuhannya.
155~ Dan Musa
memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk {memohonkan taubat
kepada Kami} pada waktu yang telah Kami tentukan. Mak ketika mereka
digoncang genpa bumi Musa berkata: “Ya Tuhanku! kalau Engkau
kehendaki tentulah Engkau telah membinasakan mereka dan aku sebelum
ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang krg akal di antara kami? Itu hanyalah cubaan dari
Engkau, Engkau sesatkan dengan cubaan itu siapa yang Engkau kehendaki
dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah
yang memimpin kami maka ampunilah kami dan berikanlah kepada kami
rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun sebaik-baiknya.”
{ Al-A’raaf :
154 ~ 155 }
“55~ Dan {ingatlah} ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak
akan beriman kepadamu, sebelum kami melihat Allah dengan terang karena
itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”
56~
Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu
bersyukur.”
{ Al-Baqarah : 55 ~ 56 }
“63~ Dan {ingatlah} ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kmai
angkatkan gunung { Thur Sina } di atas {seraya Kami berfirman} :
“Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah
selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.
64~Kemudian kamu
berpaling setelah {adanya perjanjian} itu, maka kalau tidak ada kurnia
Allah dan rahmat-Nya atasmu, nescaya kamu tergolong orang yang rugi.”
{ Al-Baqarah : 63 ~ 64 }
Bani Isra’il mengembara tidak berketentuan tempat tinggalnya
Tidak
kurang-kurang kurniaan Allah yang diberikan kepada kaum Bani
Isra’il. Mereka telah dibebaskan dari kekuasaan Fir’aun yang kejam
yang telah menindas dan memperhambakan mereka berabad-abad lamanya.
Telah diperlihatkan kepada mereka bagaimana Allah telah membinasakan
Fir’aun , musuh mereka tenggelam di laut. Kemudian tatkala mereka
berada di tengah-tengah padang pasir yang kering dan tandus, Allah
telah memancarkan air dari sebuah batu dan menurunkan hidangan
makanan “Manna dan Salwa” bagi keperluan mereka.
Di samping itu Allah mengutuskan beberapa orang rasul dan nabi dari
kalangan mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada
mereka. Akan tetapi kurnia dan nikmat Allah yang susul-menyusul yang
diberikan kepada mereka, tidaklah mengubah sifat-sifat mereka yang
tidak mengenal syukur, berkeras kepala dan selalu membangkang
terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk
memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah
dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat
tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan
perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus
menghadapi suku “Kana’aan” yang menurut anggapan mereka adalah
orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan
diusir dengan aduan kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah
melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir
suku Kan’aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka
selama-lamanya.
Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengejutnya kepada Musa:
“Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku
Kan’aan itu keluar. KAmi tidak berdaya menghadapi mereka dengan
kekuatan fizikal kerana mereka telah terkenal sebagai orang-orang
yang kuat dan perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi
dan mengusir orang-orang suku Kan’aan itu dan tinggalkanlah kami di
sini sambil menanti hasil perjuanganmu.”
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang
tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat
pemukiman tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui
mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dan banyak peristiwa.
Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka yang
menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur
dan syirik kepada Allah.
Dalam keadaan marah setelah mengetahui bahawa tiada seorang drp
kaumnya yang akan mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu,
berdoalah Nai Musa kepada Allah: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai
selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari
orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu.”
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra’il yang telah menolak perintah Allah
memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama
empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran
di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka
hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang
menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu
sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim
a.s.
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam
surah “Al-Maidah ayat 20 sehingga ayat 26 sebagaimana berikut :~
“20~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang merdeka dan diberi-Nya
kepada mu apa yang belum pernah diberi-Nya kepada seorang pun di
antara umat-umat yang lain.”
21~ Hai kaumku, masuklah ke tanah suci
{Palestin} yang telah ditentukan oleh Allah bagimu dan janganlah
kamu lari kebelakang {karena takut kepada musuh} maka kamu akan
menjadi orang-orang yang rugi.
22~ Mereka berkata: “Hai Musa,
sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa
sesungguhnya kami tidak sesekali akan memasukinya sebelum mereka
keluar drpnya. Jika mereka keluar drpnya, pasti kami akan
memasukinya”
23~ Berkatalah dua orang di antara orrg-orang yang
takut {kepada Allah} yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: ”
Serbulah mereka melalui pintu gerbang {kota} itu, maka bila kamu
memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah
kamu bertawakkal, jika kamu orang-orang yang beriman.”
24~ Mereka
berkata: “Hai Musa, kami sesekali tidak akan memasuki selama-lamanya
selagi mereka ada di dalamnya karena itu pergilah kamu bersama
Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk
menanti disini saja.”
25~ Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak
menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu
pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu.”
26~
Allah berfirman : {Jika demikian} maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun {selama itu} mereka
akan berpusing-pusing kebingungan di bumi itu. Maka janagnlah kamu
bersedih hati {memikirkan nasib} orang-orang yang fasiq itu.”
{
Al-Maidah : 20 ~ 26 }
Kisah sapi Bani Isra’il
Salah
satu dari beberapa mukjizat yang telah dinerikan oleh Allah kepada
Nabi Musa ialah penyembelihan sapi yang terkenal dengan sebutan sapi
Bani ISra’il.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang
kaya-raya memperolehi warisan harta peninggalan yang besar dari
ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain
putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin
menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya
sebahagian daripadanya. Dan kerana menurut hukum yang berlaku pada
waktu itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk memperoleh
walau sebahagian dari peninggalan bapa saudara mereka , mereka
bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu, sehingga
bila ia sudah mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada
mereka.
Pembunuh atas pewaris sah itu dilaksanakan menurut rencana yang
tersusun rapi kemudian datanglah mereka kepada Nabi Musa melaporkan,
bahwa mereka telah menemukan saudara sepupunya mati terbunuh oleh
seorang yang tidak dikenal identitinya mahupun tempat di mana
iamenyembunyikan diri. Mereka mengharapkan Nabi Musa dapat
menyingkap tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta
siapakah gerangan pembunuhnya.
Utk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera
menwahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan
dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban
yang dengan izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah
sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan atas dirinya.
Tatkala Nabi Musa menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu
kepada kaumnya ia ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak
dapat menerima bahwa hal yang sedemikian itu boleh terjadi. Mereka
lupa bahwa Allah telah berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya
melalui mukjizat yang diberikan kepada Musa yang kadang kala bahkan
lebih hebat dan lebih sukar untuk diterima oleh akal manusia
berbanding mukjizat yang mereka hadapi dalam peristiwa pembunuhan
pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek: “Apakah dengan cara yang
engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan
ejekan dan tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang
engkau usulkan itu adalah wahyu, maka cubalah tanya kepada Tuhanmu,
sapi betina atau jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah
sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak dapat salah
memilih sapi yang harus kami sembelih?”
Musa menjawab: “Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu
ialah sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk
membajak tanah atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada
belangnya.”
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari
sapi yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pd seorang
anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta
peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah
hidupnya.
Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang
soleh, ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu
wafatnya, berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera
tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya
selain seekor sapi itu. Maka berkat doa ayah yang soleh itu
terjuallah sapi si anak yatim itu dengan harga yang berlipat ganda
karena memenuhi syarat dan sifat-sifat yang diisyaratkan oleh Musa
untuk disembelih.
Setelah disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah
lidahnya oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang
seketika bangunlah ia hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan
kepada Nabi Musa dan para pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh
oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada
Bani Isra’il yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga
dapat menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau
mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada
dada dan hati mereka.
Ayat-ayat Al-Quran yang mengisahkan pokok cerita di atas, terdapat
dalam surah “Al-Baqarah ayat 67 sehingga 73 sebagaimana tersebut di
bawah ini :~
“67~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina.” Mereka
berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan.” Musa
menjawab: “Aku berlindung kepada Allah drp menjadi salah seorang
dari orang-orang yang jahil.”
68~ Mrk menjawab: “Mohonlah kepada
Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah
itu? Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda pertengahan
antara itu maka kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu.”
69~ Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan kepada kami apakah warnanya. Musa menjawab:
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi
betina yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang
memandangnya.”
70~ Mrk berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina
itu, karena sesungguhnya sapi itu {masih} samar bagi kami dan
sesungguhnya kami insya-Allah akan dat petunjuk.”
71~ Musa berkata:
“Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina adalah sapi betina
yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata:
“Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenar.” Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka
tidak melaksanakan perintah itu.
72~ Dan {ingatlah} ketika kamu
membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu.
Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.
73~ Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian
anggota sapi betina itu.” Demikianlah Allah menghidupkan kembali
orang-orang yang telah mati dan memperlihatkan padamu tanda-tanda
kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.”
{ Al-Baqarah : 67 ~ 73 }
Nabi Musa A.S. dan Al-Khidir
Pada
suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra’il.
Ia berdakwah kepada mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan
kepada mereka akan kurnia dan nikmat Allah yang telah dicurahkan
kepada mereka yang sepatutnya diimbangi dengan syukur dan
pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya dan
meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat
dan bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka
yang mengingkari nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka.
Begitu Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri
bertanya kepadanya: “Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini
paling pandai dan paling berpengetahuan?” “Aku”, jawab Musa.
Apakah tidak ada kiranya orang yang lebih pandai dan lebih
berpengetahuan daripadamu?” Tanya lagi si penanya itu. “Tidak ada” ,
ujar Musa seraya berkata dalam hati kecilnya: ” Bukankah aku Nabi
terbesar di antara Bani Isra’il? Aku adalah penakluk Fir’aun,
pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah laut dengan
tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap
langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat melebihi
kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah
dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku.”
Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi
Musa, dicela oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu
adalah lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah
seorang rasul dan bahwa bagaimana luasnya ilmu dan pengetahuan
seseorang, nescaya akan terdapat orang lain yang lebih pandai dan
lebih alim daripadanya. Selanjutnya untuk melanjutkan kekurangan
yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan kepadanya agar
menemui seorang hamba-Nya di suatu tempat di mana dua lautan
bertemu. Hamba yang soleh yang telah diberinya rahmat dan ilmu oleh
Allah itu akan memberi tambahan pengetahuan dan ilmu kepada Nabi
Musa sehingga dapat menjadikan sedar bahwa tiada manusia yang dapat
membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah orang yang terpandai
dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.
Berkata Musa kepada Tuhan: “Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari
hamba-Mu yang soleh itu, bagi memperolehi bunga api ilmunya dan
mendapat titisan air pengetahuan dan ilham yang Engkau telah berikan
kepadanya.”
Allah berfirman kepada Musa: “Bawalah seekor ikan didalam sebuah
keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di
tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu,
di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang soleh itu.” Nabi Musa
menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh “Yusya’
bin Nun” seorang drp para pengikutnya yang setia. Ia membawa bekal
makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi seekor
ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia berkeras hati tidak akan
kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia
harus melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
bila perlu. Ia berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya’ bin Nun
agar segera memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di dalam
keranjang yang dibawanya itu hilang.
Tatkala Nabi Musa nerserta Yusya’ bin Nun sampai di mana dua lautan
bertemu yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya,
tertidurlah ia di atas sebuah batu yang besar yang berada di tepi
lautan.
Pada saat ia lagi tidur nyenyak, turunlah hujan
rintik-rintik, membasahi seekor di dalam keranjang itu dan tanpa
mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan
perjalanan yang tidak menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam
perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa beristirehat
sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari Yusya
bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sgt lapar.
Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan
teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam
laut. Maka berkatalah Yusya’ kepada Nabi Musa: “Aku telah dilupakan
oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau
berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan kami yang
berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air
hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melapurkan
kkepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh
syaitan.”
Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu
dari Yusya’ karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat
bertemu dengan hamba Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada
Yusya’: “Inilah tempat yang kami tuju dan disini kami akan menemui
orang yang kami cari. Marilah kami kembali ke tempat batu karang itu
yang menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kami yang jauh
ini.”
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka
melihat seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak
cahaya dan iman serta tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutpi
tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera disingkapnya ketika
mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
“Siapakah engkau?” bertanya orang soleh itu. Musa menjawab: “Aku
adalah Musa.” Bertanya kembali orang soleh itu: “Musa, nabi Bani
Isra’ilkah?”
“Betul”, jawab Musa, seraya bertanya: “Dari manakah engkau mengetahui bahawa aku adalah Nabi Bani Isra’il?”
“Dari yang mengutusmu kepadaku”, jawab orang soleh itu. “Inilah
hamba Allah yang aku cari”, berkata Musa dalam hatinya, seraya
mendekatinya dan berkata kepadanya: “Dapatkah engkau memperkenankan
aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi
sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala
petunjuk dan perintahmu.”
Hamba soleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi
Al-Khidhir itu menjawab: “Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat
menahan diri bila engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku. Engkau
akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu
nampak seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun pada
hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dab engkau sebagai
manusia tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan
tingkah laku yang ganjil menurut pandanganmu.”
Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan
menambah pengetahuan : “Insya-Allah engkau akan mendapati aku
seorang yang sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau
petunjuk daripadamu.”
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: “JIka engkau benar-benar ingin
mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan
mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan
kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang
segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun
menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya
memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu
kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua.”
Dengan diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji
akan mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya
dalam perjalanan.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala
mereka sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang
berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu,
agar menghantar mereka di suatu tempat yang di tuju. Dengan senang
hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan
dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh
pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan
ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.
Tatkala mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan
lajunya di antara gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat
Al-Khidhir melubangi perahu itu dengan mengambil dua keping kayunya.
Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa suatu gangguan dan
pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik terhadap
mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata:
“Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan
melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak
menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah
engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa
kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa
membayar sesen pun?”
Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa: “Bukankah aku telah katakan
kepadamu bahawa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat
tindak-tandukku di dalam perjalanan menyertaiku.”
Musa berkata: “Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri.
Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku.”
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah meeka
berdua di tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan
dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang anak
laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba
dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak
jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu.
Alangkah
terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan
sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa,
seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan
satu-satunya bagi kedua orang tuanya.
Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran
dan kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan
pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya
berkata: “Mengapa engkau telah membunuh seorang anak yang tidak
berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar
dan keji.”
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: “Bukankah aku telah
berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan
dengan aku?”
Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa:
“Maafkanlah aku untuk kedua kalinya dan perkenankanlah untuk aku
meneruskan perjalanan bersamamu dengan pergertian bahwa bila terjadi
lagi perlanggaran dari pihakku untuk kali ketiganya, maka janganlah
aku diperbolehkan menyertaimu seterusnya.Sesungguhnya telah cukup
engkau memberi uzur dan memberi maaf kepadaku.”
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa
diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di
mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat
mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka berusaha
untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan
untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun
dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang mahu
menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan
sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu
mereka melihat dinding salah satu rumah desa itu nyaris roboh.
Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan ditegakkannya kembali.
Dan secara spontan, tanpa disedar, berkata Musa kepada Al-Khidhir:
“Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi orang0orang
yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada
kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang
lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan
dinding itu, agar dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami
menutupi keperluan makan minum kami.”
Al-Khidhir menjawab: “Wahai Musa, inilah saat untuk kami berpisah
sesuai dengan janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku memberimu
kesempatan dan uzur. Akan tetapi sebelum kami berpisah , akan aku
berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan perbuatan-perbuatanku
yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang patut.”
“Ketahuilah hai Musa”, Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,”bahawa
pengrusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk
menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim
yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu
adalah milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana
mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang
aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir
dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan
berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah
pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari
tindakan perampasan sewenang-wenangnya.”
“Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan
kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang
tua anak itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh dan bertakwa
yang aku khuatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang
buruk karena dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan dengan
matinya anak itu Allah akan mengurniai anak pengganti yang soleh
dan berbakti kepada mereka berdua.”
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali
itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua
orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli
ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk
kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka
sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran
bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu.”
“Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan
tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan
melanggar hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku
sendiri tetapi atas tuntunan wahyu Allah kepadaku.”
Kisah Musa dan Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah “Al-Kahfi” ayat 60 sehingga ayat 82 yang bermaksud :~
“60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak
akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan
atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”
61~ Maka tatkala mereka
sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu
ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62~ Maka tatkala
mereka berjalan lebih jauh berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah
kemari makanan kita sesungguhnya kita telah merasa letih karena
perjalanan kita ini.”
63~ Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala
kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku
lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku
untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil
jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.”
64~ Musa berkata:
“Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti
jejak mereka sendiri.
65~ Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba
di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat
dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami.
66~ Musa berkata Al-Khidhir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang
telah diajarkan kepadamu?”
67~ Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu
sesekali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku,
68~ dan bagaimana
kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang hal itu?”
69~ Musa berkata: “Insya-Allah kamu
akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusan pun.”
70~ Dia berkata: “Jika kamu
mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu
apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.”
71~ Maka
berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu, lalu
Al-Khidhir melubanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melubangi
perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?”
Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
72~
Dia {Al-Khidhir} berkata: “Bukankah aku telah katakan: “Sesungguhnya
kamu sesekali tidak akan sabar bersama dengan aku.”
73~ Musa
berkata: “Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan
janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku,”
74~ Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya
berjumpa dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir membunuhnya. Musa berkata
: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh
orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.”
75~ Al-Khidhir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa
sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
76~ Musa berkata:
“Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini} maka
janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu
sudah cukup memberikan uzur padaku.”
77~ Maka keduanya berjalan
hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk negeri itu tetapi
penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka kemudian keduanya
dapati dalam negeri itu ada dinding rumah yang hampir roboh, maka
Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mahu
nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu.”
78~ Al-Khidhir berkata :
“Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan ku beritahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.
79~ Adapun bahter itu adalah kepunyaan orang-orang
miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu
kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap
bahtera.
80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua orang tuanya adlah
orang-orang mukmin dan kami khuatir bhe dia akan mendorong kedua
orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81~ Dan kami
menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain
yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih
sayangnya {kepada ibubapanya}.
82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan
dua orang anak muda yang yatim di kota itu sedang ayahnya adalah
seorang yang soleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka
sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,
sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu
menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.”
{
Al-Kahfi : 60 ~ 82 }
Nabi Musa A.S. dan Qarun si kaya raya
Qarun
adalah nama seorang drp kaum Nabi Musa dan keluarganya yang dekat.
Ia dikurniai Allah kelapangan rezeki dan kekayaan harta benda yang
besar yang tidak ternilai bilangannya. IA hidup mewah, selalu mujur
dalam usahanya mengumpulkan kekayaan, sehingga menjadi padatlah
khazanahnya dengan harta benda dan benda-2 yang sgt berharga.
Sampai-2 para juru kuncinya tidak berdaya membawa atau memikul
kunci-2 peti khazanahnya karena sgt byk dan beratnya. Ia hidup secara
mewah dan menonjol di antara kaum dan penduduk kotanya.
Segala-galanya adlah luar biasa dan lain drp yang lain. Gedung-2
tempat tinggalnya ,pakaiannya sehari-hari ,pelayan-2nya dan hamba-2
sahayanya yang bilangannya melebihi keperluan. Dan walaupun ia
tenggelam dalam lautan kenikmatan duniawi yang tiada taranya pada
masa itu, ia merasa masih belum puas dengan tingkat kekayaan yang ia
miliki dan terus berusaha mengisi khazanahnya yang sudah padat itu,
sifat mausia yang serakah yang tidak akan pernah puas dengan apa
yang sudah dicapai. Jika ia sudah memiliki segantang emas ia ingin
memperolhi segantang yang kedua dan demikian seterusnya.
Sebagaimana halnya dengan kebykan orang-orang kaya yang telah
dimabukkan oleh harta bendanya maka Qarun tidak merasa sedikit pun
bahwa dia mempunyai kewajiban sosial dengan harta kekayaannya itu.
Ia dalam hidupnya hanya memikirkan kesenangan dan kesejahteraan
peribadinya, memikirkan bagaimana ia dapat menambahkan kekayaannya
yang sudah melimpah-limpah itu. Ia telah dinasihati oleh pemuka-2
kaumnya agar ia menyediakan sebahagian daripada kekayaannya bagi
menolong para fakir miskin, menolong orang-orang yang telanjang yang
tidak berpakaian dan lapar tidak dapat makanan. Ia diperingatkan
bahwa kekayaan yang ia perolehi itu adalah kurniaan dari Tuhan yang
harus disyukuri dengan beramal kebajikan terhadap sesama manusia dan
melakukan perbuatan-2 yang dapat meringankan penderitaan orang-orang
yang ditimpa musibah atau menderita cacat.
Diperingatkan bahwa Allah
yang telah memberinya rezeki yang luas itu dapat sewaktu-waktu
mencabutnya bila ia melalaikan kewajiban sosialnya.
Nasihat yang baik dan peringatan yang jujur yang dikemukakan oleh
pemuka-pemuka kaumnya itu tidak diendahkan oleh Qarun dan tidak
mendapat tempat didalam hatinya.Ia bahkan merasa bahwa karena
kekayaannya ialah yang harus memberi nasihat dan bukan menerima
nasihat. Orang harus tunduk kepadanya, mematuhi perintahnya,
mengiakan kata-katanya dan membenarkan segala tindak tanduknya. IA
menyombongkan diri dengan mengatakan kepada orang-orang yang
memberikan nasihat itu bahwa kekayaan yang ia miliki adalah
semata-mata hasil jerih payahnya dan hasil kecekapan dan
kepandaiannya berusaha dan bukan merupakan kurnia atau pemberian dari
sesiapa pun. Karenanya ia bebas menggunakan harta kekayaannya menurut
kehendak hatinya sendiri dan tidak merasa terikat oleh kewajipan
sosial berupa pertolongan dan bantuan kepada para fakir miskin dan
para penderita yang memerlukan bantuan dan pertolongan.
Sebagai tentangan bagi para orang yang menasihatinya, Qarun makin
meningkatkan cara hidup mewahnya dan secara menyolok mempamerkan
kekayaannya dengan berlebih-lebihan. Bila ia keluar, Ia mengenakan
pakaian dan perhiasan yang bergemerlapan, membawa pengantar dan
pembantu lebih banyak daripada biasanya dan mengenderai kuda-kuda
yang dihiasi dengan indah dan cantik.
Kemewahan yang ditonjolkan
secara menyolok itu ,merasakan iri-hati dikalangan penduduk terutama
mereka yang masih lemah imannya. Mereka berbisik-bisik diantara
sesama mereka mengeluh dengan berkata: “Mengapa kami tidak diberi
rezeki dan kenikmatan seperti yang telah diberikan kepada Qarun?
Alangkah mujurnya nasib Qarun dan alangkah bahagianya dia dalam
hidupnya di dunia ini! Dan mengapa Tuhan melimpahkan kekayaan yang
besar itu kepada Qarun yang tidak mempunyai rasa belas kasihan
terhadap orang-orang yang melarat dan sengsara, orang-orang yang
fakir dan miskin yang memerlukan pertolongan berupa pakaian mahupun
makanan.Dimanakah letak keadilan Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Pengasih itu?”
Qarun yang tidak mengabaikan anjuran orang, agar ia secara sukarela
menyediakan sebahagiaan harta kekayaannya untuk disedekahkan kepada
orang-orang yang memerlukannya, melarat dan miskin akhirinya
didatangi oleh Nabi Musa menyampaikan kepadanya bahwa Allah telah
mewahyukan perinyah berzakat bagi tiap-tiap orang yang kaya dan
berada. Diterangkan oleh Musa kepadanya bahwa dalam harta kekayaan
tiap ada bahagian yang telah ditentukan oleh Tuahn sebagai hak
orang-orang yang melarat dan fakir miskin yang wajib diserahkan
kepada mereka.
Qarun merasa jengkel memerima perintah wajib berzakat itu dan
menyatakan keraguan dan kesangsian kepada Musa. Ia berkata: “Hai
MUsa kami telah membantumu dan menyokongmu dalam dakwahmu kepada
agama barumu. Kami telah menuruti segala perintahmu dan mendengarkan
segala kata-katamu. Sikap kami yang lunak itu terhadap dirimu telah
memberanikan engkau bertindak lebih jauh dari apa yang sepatutnya
dan mulailah engkau ingin meraih harta benda kami. Engkau rupanya
ingin juga menguasai harta kekayaan kami setelah kami serahkan
kepadamu hati dan fikiran kami sebulat-bulatnya. Dengan perintah
wajib zakatmu ini engkau telah membuka topengmu dan menunjukkan dustamu
dan bahwa engkau hanya seorang pendusta dan ahli sihir belaka.”
Tuduhan Qarun yang ingin melepaskan dirinya dari wajib berzakat itu
ditolak oleh Nabi Musa yang menegaskan kembali bahwa kewajiban
berzakat iut tidak dapat ditawar-tawar dan harus dilaksanakan karena
ia adalah perintah Allah yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan
semestinya.
Quran tidak dapat jalan untuk mengelakkan diri dan kewajiban zakat itu
setelah berbantah dan berdebat dengan Musa maka ia menyerah dan
ditentukan berapa besar yang harus ia keluarkan zakat harta
kekayaannya.
Setelah tiba di rumah dan menghitung-hitung bahagian yang harus
dizakatkan dari harta miliknya Qarun merasa terlampau besar yang
harus dizakatkan dan merasa sayang bahwa ia harus mengeluarkan dari
khazanahnya sejumlah wang tanpa meperolehi imbalan sesuatu
keuntungan dan laba. Fikir punya fikir dan timbang punya timbang
akhirnya Qarun mengambil keputusan untuk tidak akan mengeluarkan
zakat walau apapun yang akan terjadi akibat tindakannya itu.
Utk menguatkan aksi pemboikotannya terhadap kewajiban mengeluarkan
zakat, Qarun menyebarkan fitnah kepada Nabi Musa dengan maksud
menarik orang agar menjadikan penunjang aksinya dan mengikutinya
menolak menolak kewajiban mengeluarkan zakat sebagaimana
diperintahkan oleh Nabi Musa. Ia menyebarkan fitnah seolah-olah Nabi
Musa dengan dakwahnya dan penyiaran agama barunya bertujuan ingin
memperkayakan diri dan bahwa perintah zakatnya itu adalah merupakan
cara perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya.
Lebih jahat lagi untuk menjatuhkan Nabi Musa dan kewibawaannya, Qaru
bersekongkol dengan seorang wanita yang diajarinya agar mengaku
didepan umum bahwa ia telah melakukan perbuatan zina dengan Musa.
Akan tetapi Allah tidak rela nama Rasul-Nya tercemar oleh tuduhan
palsu yang diaturkan oleh Qarun itu. Maka digerakkanlah hati wanita
sewaannya itu untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya dan bahwa apa
yang ia tuduhkan kepada Nabi Musa adalah fitnahan dan ajaran Qarun
semata-mata dan bahawasannya Musa adalah bersih dari perbuatan yang
dituduh itu.
Setelah ternyata bagi Nabi Musa bahwa Qarun tidak beriktikad baik dan
bahwa ia tidak dapat diharap menjadi pengikut yang soleh yang
mematuhi perintah-2 Allah terutama perintah wajib zakat bahkan ia
dapat merusakkan akhlak dan iman para pengikut Musa dengan sikap dan
cara hidupnya yang berlebih-lebihan mewahnya, ditambahkan pula
usahanya yang tidak henti-2 merusakkan kewibawaan Nabi Musa dengan
melontarkan fitnahan dan berbagai hasutan maka habislah kesabaran
Nabi Musa ,lalu berdoa ia kepada Allah agar menurunkan azab-Nya atas
diri Qarun yang sombong dan congkak itu, agar menjadi pengajaran
dan ibrah bagi kaumnya yang sudah mulai goyah imannya melihat
kenikmatan yang berlimpah-limpah yang telah Allah kurniakan kepada
Qarun yang membangkang itu.
Maka dengan izin Allah yang telah memperkenankan doa Nabi Musa
terjadilah tanah runtuh yang dahsyat di atas mana terletak bangunan
gedung-gedung yang mewah tempat tinggal Qarun dan tempat penimbunan
kekayaannya. Terbenamlah seketika itu Qarun hidup-hidup berserta
semua milik kekayaan yang menjadi kebaggaannya.
Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi ibrah
bagi pengikut-2 Nabi Musa serta ubat rohani bagi mereka yang beriri
hati dan mendambakan kenikmatan dan kemewahan hidup sebagaimana yang
telah dialami oleh Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur kepada
Allah: “Sekiranya Allah telah melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya,
nescaya kami dibenamkan pula seperti
Qarun yang selalu kami inginkan
kedudukan duniawinya. Sesungguhnya kami telah tersesat ketika kami
beriri hati dan mendambakan kekayaannya yang membawa binasa baginya.
Aduhai benar-2 tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari
nikmat Allah.”
Isi cerita tersebut di atas dapat dibaca dalam surah “Qashash”
ayat 76 sehingga 82 dan surah “Al-Ahzaab” ayat 69 sebagaimana
berikut :~
“76~Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa maka ia berlaku
aniaya terhadap mereka dan Kami telah menganugerahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah
orang yang kuat-2. {Ingatlah{ ketika kaumnya berkata kepadanya:
“Janganlah kamu terlalu bangga sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”
77~ Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan kepada mu {kebahagiaan} negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari {kenikmatan} duniawi dan
berbuat baiklah {kepada orang lain} sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakkan di {muka} bumi
ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakkan.
78~ Qarun berkata: “Sesungguhnya aku diberi harta itu
karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui
bahwasannya Allah sungguh telah membinasakan umat-2 sebelumnya yang
lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan
tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang
dosa-dosa mereka.
79~ Mak keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan
dunia: ” Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah
diberikan kepada Qarun , sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
peruntungan yang besar.”
80~ Berkatalah orang-orang yang telah
dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah
adalah lebihbaik bagi orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan
tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar.”
81~
Mak Kami benamkan Qarun berserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak
ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab
Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang {yang dapat} membela
{dirinya}.
82~ Dan jadilah orang-orang yang kelmarin mencita-citakan
kedudukan Qarun itu berkata: “aduhai, benarlah Allah melapangkan
rezeki bagi siapa yang dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan
menyempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan kurnia-Nya atas kita
benar-benar Dia {Allah} telah membenamkan kita {pula}. Aduhai
benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari {nikmat}
Allah.”
{ Al-Qashash : 76 ~ 82 }
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti
orang-orang yang menyakiti Musa maka Allah membersihkannya dari
tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang
mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.”
{ Al-Ahzaab : 69 }
Thalout diangkat sebagai raja Bani Isra’il
Setelah
Bani Isra’il memasuki Palestin dan menguasainya di bawah pimpinan
Yusya bin Nun mereka selalu menjadi sasaran penyerbuan dan serangan
dari bangsa-2 sekelilingnya, seperti suku Amaliqah dari bangsa Arab,
bangsa Palestin sendiri dan bangsa Aramiyin. Kemenangan dan
kekalahan di antara meeka silih berganti.
Pada suatu waktu datanglah bangsa Palestin penduduk “Usydud” suatu
daerah dekat Gaza menyerbu dan menyerang mereka dan terjadilah
pertempuran yang berakhir dengan kemenangan bangsa Palestin yang
berhasil, mencerai-beraikan Bani Israil dan merampas benda keramat
mereka yang bernama “Tabout”, yaitu sebuah peti tempat penyimpanan
kitab Taurat.
Peti yang disebut Tabout itu adlah merupakan salah satu dari banyak
kurnia yang telah diberikan oleh Allah kepada Bani Isra’il. Mereka
menganggap Tabout itu suatu benda keramat yang dapat
menginspirasikan kekuatan dan keberanian kepada mereka dikala
menghadapi musuh. Maka karenanya dalam tiap medan perang
dibawanyalah Tabout itu untuk memberi kekuatan batin dan semangat
juang bagi mereka memberi rasa berani bagi mereka dan rasa takut bagi
musuh. Maka dengan dirampasnya Tabout itu oleh bangsa Palestin
hilanglah pegangan mereka dan berantakanlah barisannya, retaklah
kesatuannya sehingga menjadi laksana binatang ternakan yang
ditinggalkan gembalanya.
Dan memang sejak ditinggalkan oleh Nabi Mua, Bani Isra’il tidak
mempunyai seorang raja atau seorang pemimpin yang berwibawa yang
dapat mengikat mereka di bawah satu bendera dan menghimpun mereka di
bawah satu komando bila terjadi serangan dari luar dan penyerbuan
oleh musuh. Mereka hanya dipimpin oleh hakim-hakim penghulu yang
memberi tuntunan kepada mereka dalam bidang keagamaan dan kadangkala
menjadi juru damai jika timbul perselisihan dan sengketa di antara
sesama mereka. Di antara penghulu itu terdapat seorang penghulu yang
paling disegani dan di hormati bernama Somu’il. Kata-katanya selalu
didengar dan nasihat-2nya selalu diterima dan ditaati.
Kepada Somu’il datanglah beberapa pemuda Bani Isra’il yang merasa
sedih melihat keadaan kaumnya menjadi kacau bilau dan bercerai berai
setelah dikalahkan oleh bangsa Palestin dan dikeluarkan dari negeri
mereka serta dirampasnya Tabout yang merupakan peti wasiat dan
benda keramat bagi mereka. Mereka mengutarakan kepada Samu’il bahwa
mereka memerlukan seorang pemimpin yang kuat yang berwibawa dan
mempunyai kekuasaan sebagai seorang raja untuk menghimpun mereka dan
seterusnya menjadi panglima perang.
Samu’il yang mengenal baik watak mereka dan titik-titik kelemahan
serta sifat-2 licik dan pembangkang yang meletak pada diri mereka
berkata: “Aku khuatir bahwa kamu akan takut dan enggan bertempur
melawan musuh bila kepadamu diperintahkan untuk berperang menghalau
musuh dari negerimu.”
Mereka menjawab: “Bagaimana kami menolak perintah semacam itu dan
enggan maju bertempur melawan musuh sedangkan kami telah dihina diusir
dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari sanak keluarga kami.
Bukankah suatu hal yang memalukan dan menurun darjat kami sebagai
bangsa, bila dalam keadaan yang sedang kami alami ini, kami masih
juga enggan berperang melawan musuh yang datang menyerang dan
menyerbu daerah kami. Kami akan maju dan tidak akan gentar masuk
dalam medan perang, asalkan saja kami akan dapat pimpinan dari
seorang yang cekap, berani serta berwibawa sehingga komandonya dan
segala perintahnya akan dipatuhi oleh kaum kami semuanya.”
Somu’il berkata: “Jika demikian ketetapan hatimu dan demikian pula
keinginanmu untuk memperoleh seorang raja yang akan memimpin dan
membimbing kamu , maka berilah waktu kepadaku untuk beristikharah
memohon pertolongan Allah menunjukkan kepadaku seseorang yang patut
dan layak menjadi raja bagimu.”
Di dalam istikharahnya, Somuil mendapat ilham dan petunjuk dari Allah,
agar ia memilih serta mengangkat seorang yang bernama “Thalout”
menjadi raja Bani Isra’il. Dan walaupun ia belum pernah mendengar nama
itu atau mengenalkan orangnya Allah akan memberinya jalan dan
tanda-tanda yang akan memungkinkan ia bertemu muka dengan orang itu
dan mengenalinya dengan segera.
Thalout adalah seorang berbadan gemuk dan jangkung, tegak, kuat dan
berparas tampan. Dari pancaran kedua matanya orang dapat mengetahui
bahwa ia adalah seorh yang cerdik, cekap dan bijaksana, memiliki
hati yang tabah dan berani. IA hidup dan bertempat tinggal di sebuah
desa yang agak terpencil sehingga tidak banyak dikenal orang Ia
hidup bersama ayahnya bercucuk tanam dan memelihara haiwan ternak.
Pada suatu hari di kala Thalout sedang sibuk bersama ayahnya menguruskan
tanah ladangnya terlepaslah dari kadang seekor keldai dari haiwan-2
peliharaannya dan menghilang sesat. Pergilah Thalout bersama
seorang bujangnya mencari keldai yang hilang itu di celah-2 lembah
dan bukit-2 di sekitar desanya, namun tidak berhasil menemukan
kembali haiwan yang terlepas itu. Akhirnya ia mengajak bujangnya
kembali karena khuatir ayahnya akan menjadi gelisah bila ia lebih
lama meninggalkan rumahnya mencari keldai yang hilang itu.
Berkata sang bujang kepada Thalout: “Kami sekarang sudah berada di
daerah Shuf tempat dimana Somu’il berada. Alangkah baiknya kalau kami
pergi kepadanya menanyakan kalau-2 ia dapat memberikan keterangan
dan petunjuk kepada kami di mana kiranya kami dapat menemukan keldai
kami itu. Ia adalah seorang nabi yang menerima petinjuk dari
Tuhannya melalui para malaikat dan dia telah banyak kali
mengungkapkan hal-hal ghaib yang ditanyakan oleh orang kepadanya.”
Thalout menerima baik cadangan bujangnya dan berangkatlah mereka berdua
menuju tempat tinggal Somu’il. Di tengah-2 perjalanan, mereka
bertanya kepada beberapa gadis yang ditemuinya sedang menimpa air
dari sebuah perigi: “Di manakah tempat tinggal Nabi Somu’il?” “Tidak
usah kamu cepat-2 meneruskan perjalananmu. Somu’il sebentar lagi
akan datang ke sini. Ia sedang ditunggu kedatangannya di atas bukit
oleh rakyat tempat itu.” Para gadis itu menjawab.
Ternyata bahawa belum selesai para gadis itu memberikan
keteranagnnya, muncullah Somu’il dengan wajahnya yang berseri-seri
memancarkan cahaya kenabian dan kealiman yang mengesahkan.
Thalout segera mendekati Somu’il dan setelah saling pandang memandang,
berkatalah Thalout: “Wahai Nabi Allah, kami datang menemui bapak
untuk memohon pertolongan yaitu dapatkah kiranya kami diberi
keterangan dan petunjuk di manakah kami dapat menemukan kembali
keldai kami yang telah terlepas dari kandang dan menghilang tidak
kami temukan jejaknya walaupun sudah tiga hari kami berusaha
mencarinya.”
Somu’il setelah memandang wajah Thalout dengan teliti sedarlah ia
bahwa inilah orangnya yang oleh Allah ditunjuk untuk menjadi raja
pemimpin dan penguasa Bani Isra’il. Ia berkata kepada Thalout:
“Keldai yang engaku cari itu sedang berada dalam perjalanan kembali
ke kandangnya di tempat ayahmu. Janganlah engkau rungsingkan
fikiranmu dan ributkan dirimu dengan urusan keldai itu. Kerana aku
memang mencarimu dan ingin menemuimu untuk urusan yang lebih besar
dan lebih penting dari soal keldai. Engaku telah dipilih oleh Allah
untuk memimpin Bani Isra’il sebagai raja, mempersatukan barisan
mereka yang sudah kacau-balau serta membebaskan mereka dari
musuh-musuh yang sedang menyerbu dan menduduki negeri mereka. Dan
insya-Allah Tuhan akan menyertaimu memberi perlindungan kepadamu dan
mengurniakan kemenangan dan kemujuran dalam segala sepak terajangmu.”
Thalout menjawab: “Bagaimana aku dapat menjadi seorang raja dan
pemimpin Bani Isra’il sedang aku ini seorang dusun anak cucu Benyamin
yang paling papa, terasing dari pengaulan orang ramai, seorang anak
tani dan penggembala haiwan yang tidak dikenal orang?”
Berkata Somu’il: “Itu adlah kehendak Allah dan perintah-Nya. Dan lebih
tahu pada siapa Ia meletakkan amanat dan tugas-tugas-Nya. Dialah yang
menugaskan dan Dia pulalah yang akan melengkapi segala
kekuranganmu. Bersyukurlah engkau atas nikmat dan kurniaan Allah
ini. Terimalah tugas suci ini dengan keteguhan hati dan kepercayaan
penuh akan pertolongan dan perlindungan Allah kepadamu.” Kemudian
dipeganglah tangan Thalout, diangkatnya keatas seraya menghadap
kepada kaumnya dan berkata: ”
Wahai kaumku, inilah orangnya yang
oleh Allah telah dipilih untuk menjadi rajamu. Ia berkewajiban
memimpin kamu dan mengurus segala urusanmu dengan sebaik-baiknya dan
setepat-tepatnya dan kamu berkewajiban taat kepadanya, mematuhi
segala perintahnya dan berdiri tegak di belakang komandinya. Bersatu
padulah kamu di bawah bendera raja Thalout dan bersiap-siaplah
untuk berjuang melawan musuh-musuhmu.”
Bani Isra’il yang sedang berkumpul mengerumuni somu’il mendengarkan
pidato pelantikannya mengangkat Thalout sebagai raja, tercengang dan
terkejut dan dengan mulut ternganga mereka melihat satu kepada yang
lain, berpindahan pandangan mereka dari wajah Somu’il ke wajah
thalout yang menandakan kehairanan dan ketidak-puasan dengan
pengangkatan itu. Selintas pun tidak terfikir oleh mereka bahwa
seorang seperti Thalout yang papa dan miskin dan tidak dikenal orang
ialah yang akan dipilih oleh Somu’il soal pemilihan dan
pengangkatan seorang raja bagi mereka.
Berkata mereka kepada Somu’il: “Bagaimana seorang seperti Thalout ini
akan dapat memimpin kami sebagai raja padahal ia seorang yang
miskin yang tidak dikenal orang dan pergaulan sehari-harinya hanya
terbatas didesanya. selain ituia bukannya dari keturunan “Lawi” yang
menurunkan para nabi Bani Israil, juga bukan dari keturunan
“Yahuda” yang menurunkan raja-raja Bani Isra’il sejak dahulu kala.
Ia pun tidak memiliki pengalaman dan kecekapan yang diperlukan oleh
seorang raja untuk mengurus serta mempertahankan kerajaannya.
Mengapa tidak dipilih sahaja seorang drp mereka yang berada di kota
yang pandai-pandai, berpengalaman dan berkeadaan cukup?”
berkata Somu’il menanggapi keberatan-2 yang dikemukakan oleh kaumnya:
“Pengurusan kerajaan dan pemimpin perang tidak memerlukan
kebangsawanan atau kekayaan. Ia memerlukan kecekapan, kebijaksanaan,
kecerdasan berfikir dan kecekatan bertindak. sifat-2 itu terdapat dalam
dir Thalout di samping ia memiliki tubuh yang kuat, perawakan tg
tegap dan kekar serta paras muka yang tampan yang memberi kesan baik
bagi orang-orang yang menghadapinya. Selain itu semuanya, ia adalah
pilihan dan tunjukan Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal
hamba-hamba-Nya. Maka tidak patutlah kami memilih orang lain setelah
Allah menjatuhkan pilihan-Nya.”
“Baiklah”, kata mereka, “Jika yang demikian itu pilihan dan
kehendak Allah, maka kami tidak dapat berbuat lain selain meneriam
kenyataan ini. Akan tetapi untuk menghilangkan keragu-raguan kami
tentang diri Thalout, berilah kepada kami suatu tanda yang dapat
menyakinkan kami bahwa Thalout benar-benar pilihan Allah.”
Somu’il menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengetahui watak dan
tabiat kamu yang kaku dan keras kepala. Imanmu tidak berada di dalam
hati tetapi di kelopak mata. Kamu tidak mempercayai sesuatu tanpa
bukti yang dapat kamu rasa dengan pancaindera kamu. Maka sebagai
bukti bahwa Allah merestui pengangkatan Thalout menjadi raja kamu,
ialah bahawa kamu akan menemukan kembali peti keramatmu “Tabout”
yang telah hilang dan dirampas oleh bangsa Palestin. Kamu akan
menemukan itu datang kepadamu dibawa oleh malaikat. Pergilah kamu
keluar kota sekarang juga untuk menerimanya.”
Setelah ternyata bagi mereka kebenaran kata-kata Somu’il dengan
ditemuinya kembali Tabout yang sudah tujuh bulan berada di tangan
orang-orang Palestin itu, maka diterimalah pengangkatan Thalout
sebagai raja mereka dengan memberikan bai’at kepadanya dan janji
akan taat serta mematuhi segala nasihat dan perintahnya.
Raja Thalout
Tugas
pertama yang dilakukan oleh thalout setelah dinobatkan sebagai raja
ialah menyusun kekuatan dengan menghimpunkan para pemuda dan
orang-orang yang masih kuat untuk menjadi tentera yang akan
mengahdapi bangsa Palestin yang terkenal kuat dan berani.
Ia menyusun bala tenteranya dari orang-orang yang masih kuat, tidak
mempunyai tanggungan keluarga, tidak mempunyai ikatan-2 dagang usaha
sehingga dapat membulatkan tekadnya untuk berjuang dan memusatkan
fikiran dan tenaga bagi mencapai kemenangan dna menghalaukan musuh
dari negeri mereka dengan semangat yang teguh yang tidak
tergoyahkan. Sebagai ujian untuk mengetahui sampai sejauh mana
rakyatnya atau barisan tenteranya yang disusun itu berdisiplin
mengikuti komando dan perintahnya, Thalout berkata mereka: “Kamu
dalam perjalananmu di bawah terik panasnya matahari akan melalui
sebuah sungai. Maka barang siapa di antara kamu minum dari air
sungai itu, ia bukan pengikutku yang setia yang dapat kupercayai
kesungguhan hatinya dan kebulatan tekadnya. Sebaliknya barangsiapa di
antara kamu yang hanya menciduk air sungai itu seciduk tangan untuk
sekadar membasahi kerongkongannya, maka ia ialah seorang pengikutku
dan tentera yang benar-benar dapat kuandalkan keberaniannya dan
kedisiplinannya.”
Ternyata apa yang dikhuatirkan oleh Thalout telah terjadi dan menjadi
kenyataan. Setiba barisan tentera Thalout di sungai yang
dimaksudkan itu, hanya sebahagian kecil sahajalah dari mereka yang
berdisiplin mengikuti petunjuk Thalout secara tepat. Sedang bahagian
yang besar tidak dapat bersabar menahan dahaganya dan minumlah
mereka dari air sungai itu sepuas-puas hatinya.
Walaupun telah terjadi pelanggaran disiplin oleh sebahagian besar dari
anggota tenteranya, thalout tetap berkeras hati melanjutkan
perjalanannya menuju ke medan perang dg pasukan yang tidak bersatu
padu dan berdisiplin sebagaimana ia menduga dan mengharapkannya. Ia
hanya bersandar dan mengandalkan kekuatan tenteranya kepada bahagian
kecil yang sudah ternyata setia dan patuh kepada perintah dan
petunjuknya. Sedang terhadap mereka yang sudah melanggar perintahnya
dan minum dari air sungai itu,
Thalout bersikap sabar, lunak dan
bijaksana untuk menghindari keretakan di dalam barisan tenteranya
sebelum menghadapi musuh.
Tatkala mereka tiba di medan perang dan berhadapan dengan musuh,
sebahagian drp pasukan Thalout ialah mereka yang telah melanggar
disiplin dan minum dari air sungai, merasa kecil hati dan ketakutan
melihat pasukan musuh yang terdiri dari orang-orang kuat dan
besar-besar dengan peralatan yang lebih lengkap dan jumlah tentera
yang lebih besar di bawah pimpinan seorang komandan bernama
“Jalout”.
Jalout, panglima komandan pasukan musuh terkenal seorang panglima yang
berani, cekap dan terkenal tidak pernah kalah dalam peperangan. Tiap
orang yang berani bertarung dengan dia pasti jatuh terbunuh. Namanya
telah menimbulkan rasa takut dan kecil hati pada bahagian besar
dari pasukan Thalout. berkata mereka kepadanya: “Kami tidak berdaya
dan tidak akan sanggup menghadapi dan melawan Jalout berserta
tenteranya hari ini. Mereka lebih lengkap peralatannya dan lebih
besar bilangannya daripada pasukan kami.”
Akan tetapi kelompok yang setia yang merupakan golongan yang kecil
dalam pasukan Thalout, tidak merasa takut dan gentar menghadapi
Jalout dan bala tenteranya, walaupun mereka lebih besar dan lebih
lengkap peralatannya karena mereka keluar ke medan perang mengikuti
Thalout dengan tekad yang bulat hendak membebaskan negerinya dari
para penyerbu dengan berbekal tawakkal dan iman kepada Allah. Sejak
mereka melangkahkan kaki keluar dari rumah mereka sudah berniat
bulat berjuang bermati-matian melawan musuh yang telah merampas
rumah dan tanah mereka dan bersedia mati untuk tugas suci itu.
Berkata mereka kepada kawan-2nya kelompok pengecut itu: “Majulah
terus untuk bertempur melawan musuh. Kami tidak akan kalah karena
bilangan yang sedikit atau kerana kelemahan fizikal. Kami akan
menggondol kemenangan bila iman di dalam dada kami tidak tergoyahkan
dan kepercayaan kami akan pertolongan Allah tidak menipis. Berapa
banyak terjadi sudah, bahwa kelompok yang kecil jumlahnya
mengalahkan kelompok yang besar, bila Allah mengizinkannya dan
memberikan pertolongan-Nya. Dan Allah selalu berada di sisi
orang-orang yang beriman, sabar dan bertawakkal.”
Dengan tidak menghiraukan kasak-kusuk dan bisikan kelompok pengecut
yang ingin mundur dan melarikan diri dari kewajiban berperang, Raja
Thalout terus maju memimpin pasukannya seraya bertawakkal kepada
Allah memohon pertolongan dan perlindungan-Nya.
Setelah kedua pasukan merapat berhadapan satu dengan yang lain dan
pertempuran dimulai, keluarlah dari tengah-2 barisan bangsa Palestin,
panglima besarnya yang bernama Jalout berteriak dengan sekuat suaranya
menentang pasukan Thalout mengajak bertarung seorang lawan seorang
Berulang-ulang ia berseru dengan suara yang lantang agar pihat
Thalout mengeluarkan seorang yang akan melawan dia bertanding dan
bertarung namun tidak seorang pun keluar adri tengah pasukan Bani
Isra’il menghadapinya. Kata-kata ejekan dan hinaan dilontarkan oleh
Jalout kepada pihak musuhnya, pasukan Bani Isra’il yang sedang
dicekam oleh rasa takut dan bimbang menghadapi Jalout yang sudah
termasyur sebagai jaguh yang tidak pernah terkalahkan itu.
Pada saat yang kritis dan tegang itu di mana rasa malu rendah diri
memenuhi dada dan hati para pemimpin pasukan Bani Isra’il yang
sedang memandang satu kepada yang lain, seray bertanya-tanya dalam
hati masing-2 gerangan siapakah di antara mereka yang dapat maju
membungkam ,ulut si Jalout yang berteriak-teriak itu dan melawannya,
datanglah pada saat itu menghadap raja Thalout seorang lelaki
remaja berparas tampan, bertubuh kekar dan tegak, sinar matanya
memancarkan keberanian dan kecerdasan. Ia meminta izin dari sang
raja untuk keluar menyambut tentangan Jalout dan menandinginya.
Thalout merasa kagum akan keberanian pemuda yang telah menawarkan
dirinya untuk bertarung dengan Jalout, sementara orang-orang dari
pasukannya sendiri yang sudah berpengalaman berperang tidak ada yang
tergerak hatinya untuk menyahut cabaran Jalout yang
berteriak-teriak melontarkan ejekan dan hinaan. Thalout dengan
cermat memperhatikan perawakan sang pemuda itu merasa berat dan
ragu-ragu untuk memberi izin kepadanya turun ke gelanggang melawan
Jalout. Ia tidak membayangkan seorang dalam usia semuda itu, yang
belum pernah turun ke medan perang dan tiak berpengalaman bertarung akan
selamat dan keluar hidup dari pertarungan melawan Jalout. Ia
benar-benar bukan tandingannya, kata hati Thalout, bahkan merupakan
suatu dosa bila ia melepaskan pemuda itu bertarung dengan Jalout.
Sayang bagi usianya yang masih muda itu bila ia akan menjadi korban
dan makanan pedang Jalout yang tidak pernah memberi ampun kepada
lawan-lawannya.
Sang pemuda dengan memperhatikan roman muka Thalout dapat menangkap
isi hatinya bahwa ia ragu-ragu dan bimbang untuk melepaskannya
bertarung dengan Jalout maka berkatalah ia kepadanya: “Janganlah
engkau terpengaruh oleh usia mudaku dan keadaan fizikalku yang
menjadikan engkau ragu-ragu dan khuatir melepaskan aku melawan
Jalout karena yang menentukan dalampertarungan bukanlah hanya
kekuatan fizikal dan kebesaran badan akan tetapi yang lebih penting
dari itu ialah keteguhan hati dan keuletan bertempur serta iman dan
kepercayaan kepada Allah yang menentukan hidup matinya seseorang
hamba-Nya. beberapa hari yang lalu aku telah berhasil menangkap
seekor singa dan membunuhnya tatkal ia hendak menyergap dombaku dan
sebelum itu terjadi pula aku menghadang seekor beruang yang ganas dan
berhasil membunuhnya setelah bergulat mati-matian. Maka bukanlah usia
atau kekuatan badan yang merupakan faktor yang menentukan dalam
pertempuran tetapi keberanian dan keteguhan hati serta kelincahan
dan kecepatan bergerak dengan disertai perhitungan yang tepat,
itulah merupakan senjata yang lebih ampuh dalam setiap pertarungan.”
Mendengar kata-kata yang penuh semangat yang keluar dari hati yang
ikhlas dan jujur sedarlah Thalout bahawa pemuda itu berkemahuan
keras ingin melawan Jalout. Ia percaya kepada dirinya sendiri bahwa
ia dapat mengalahkannya maka diberinyalah izin dan restu oleh
Thalout untuk melaksanakan kehendaknya dengan diiringi doa semuga
Allah melindunginya dan mengurniainya dengan kemenangan yang
diharap-harapkan oleh seluruh anggota pasukan. Kemudian ia diberinya
pedang, topi baja dan zirah baju besi namun ia enggan mengenakan
pakaian yang berat itu dan pedang pun ia menolak untuk membawanya
dengan alasan ia belum biasa menggunakan senjata itu. Ia hanya
membawa sebuah tongkat beberapa batu kerikil dan sebuah bandul untuk
melemparkan batu-batu itu.
Berkatalah Thalout kpanya: “Bagaimana engkau dapat bertarung dengan
hanya bersenjatakan tongkat, bandul dan batu-batu melawan Jalout yang
bersenjatakan pedang, panah dan berpakaian lengkap?”
Pemuda itu menjawab: “Tuhan yang telah melindungiku dan taring singa
dan kuku beruang akan melindungiku pula dari pedang dan panah Jalout
yang durhaka itu.” Lalu dengan berbekalkan senjata yang sgt sedrhana
itu, keluarlah ia dari tengah-2 barisan Bani Isra’il menuju
gelanggang di mana Jalout sedang menari-nari mengelu-elukan
pedangnya seraya berteriak-teriak mengejek dan menyombangkan diri.
Tatkala Jalout melihat bahwa yang masuk gelanggang hendak bertanding
dengan dia adalah seorang pemuda remaja tidak bersenjatakan pedang
atau panah dan tidak pula mengenakan topi baja dan zirah, dihinalah
ia dan diejek dengan kata-kata: “Utk apakah tongkat yang engkau bawa
itu.”Utk mengejar anjingkah atau untuk memukul anak-anak yang
sebaya dengan engkau? Di mana pedangmu dan zirahmu? Rupa-rupanya
engkau sudah bosan hidup dan ingin mati padahal engkau masih muda
yang belum merasakan suka-dukanya kehidupan dan yang masih harus
banyak belajar dari pengalaman. Majulah engkau ke sini akan aku
habiskan nyawamudalam sekelip mata dan akan kujadikan dagingmu
makanan yang lazat bagi binatang-2 di darat dan burung-2 di udara.”
Sang pemuda menjawab: “Engkau boleh bangga dengan zirah dan topi
bajamu, boleh merasa kuat dan ampuh dengan pedang dan panahmu yang tidak
akan sanggup menyelamatkan nyawamu dan tanganku yang masih halus
dan bersih ini. Aku datang ke sini dengan nama Allah Tuhan Bani
Isra’il yang telah lama engkau hina, engkau jajah dan engkau
tundukkan. Engkau sebentar lagi akan mengetahui pedang dan panahkah
yang akan mengakhiri hayatku atau kehendak Allah dan kekuasaan-Nya
yang akan meranggut nyawamu dan mengirimkan engkau ke neraka
Jahannam?”
Melihat Jalout melangkah maju, maka sebelum ia sempat mendekatinya,
sang pemuda segera mengeluarkan batu dari sakunya, melemparkannya
dengan bandul tepat ke arah kepala Jalout yang seketika itu juga
mengalirkan darah dengan derasnya hingga menutupi kedua matanya,
lalu diikuti dengan lemparan batu kedua dan ketiga oleh sang pemuda
hingga terjatuhlah Jalout tertiarap di atas lantai menghembuskan
nafas terakhirnya.
Bergemuruhlah suara teriakan gembira dan sorak-sorai dari pihak pasukan
Bani Isra’il menyambut kemenangan pemuda gagah perkasa itu atas
Jalout jaguh dan kebanggaan bangsa Palestin. Dan dengan matinya
Jalout hilanglah semangat tempur pasukan Palestin dan mundurlah
mereka melarikan diri tunggang-langgang seraya dikejar dan diajar
tanpa ampun oleh pasukan Thalout yang telah memperoleh kembali
semangat juangnya dan harga diri serta kebanggaan nasionalnya.
Isi cerita di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah “Al-Baqarah” ayat 246 sehingga 251 yang bermaksud :~
“246~ Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Isra’il
sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi
mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami dapat
berperang {di bawah pimpinannya} di jalan Allah.” Nabi mereka
berkata: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu
tidak akan berperang`.” Mereka menjawab : “Mengapa kami tidak mahu
berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir
dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?” Maka tatkala
perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali
beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui akan
orang-orang yang zalim.
247~ Nabi mereka mengatakan kepada mereka:
“Sesungguhnya Allah mengangkat Thalout menjadi rajamu.” Mereka
menjawab: “Bagaimana Thalout memerintah kami padahal kami lebih
berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak
diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi mereka berkata:
“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberi
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas
pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
248~ Dan Nabi mereka mengatakan
kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah
kembalinya tabout kepadamu di dalamnya terdapat ketenangan dari
Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun
tabout itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda bagimu jika kamu orang yang beriman.
249~ Maka
tatkala Thalout ke luar membawa tenteranya ia berkata: “Sesungguhnya
Allah akan menguji kamu dengan satu sungai. Maka siapa di antara
kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tidak
merasakan airnya kecuali orang yang hanya menciduk seciduk tangan,
maka ia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnnya terkecuali
beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalout dan
orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu,
orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada
hari ini untuk melawan Jalout dan tenteranya.” Orang-orang yang
menyakini bahwa mereka akan menemui jalan Allah berkata: “Berpa banyak
terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak
dengan izin Allah dan Allah berserta orang-orang yang sabar.
250~
tatkala Jalout dan tenteranya telah nampak oleh mereka, mereka pun
berdoa: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan
kukuhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang
kafir.”
251~ Mereka {tentera Thalout} mengalahkan tentera Jalout
dengan izin Allah dan {dalam peperangan itu} Daud membunuh Jalout,
kemudian Allah memberikan kepadanya {Daud} pemerintahan dan hikmah
{sesudah meninggalkan Thalout} serta Allah mengajarkan kepadanya apa
yang dikehendaki-Nya.”
{ Al-Baqarah : 246 ~ 251 }
Catatan tambahan
Nabi
Musa wafat pada usia 150 tahun di atas sebuah bukit bernama “Nabu”,
di mana ia diperintahkan oleh Allah untuk melihat tanah suci yang
dijanjikan {Palestin} namun tidak sampai memasukinya.
|